SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI

Senin, 24 Mei 2010

saparan



Sejarah
Upacara ini mulai pertama kali berbentuk majelis pengajian yang dikunjungi oleh umat Islam dan masyarakat sekeliling Jatinom.
Upacara ini diselenggarakan setiap tahun sekali pada hari Jumat pertengahan bulan Sapar.
Adanya Upacara ini dinamakan Yaqowiyu diambil dari doa Kyai Ageng Gribig sebagai penutup pengajian yang berbunyi : Ya qowiyu Yaa Assis qowina wal muslimin, Ya qowiyyu warsuqna wal muslimin, yang artinya : Ya Tuhan berikanlah kekuatan kepada kita segenap kaum muslimin, doa tamu itu dihormati dengan hidangan kue roti, dan ternyata hidangannya kurang, sedang tamunya masih banyak yang belum menerimanya. Nyai Ageng segera membuat kue apem yang masih dalam keadaan hangat untuk dihidangkan kepada para tamu undangan tersebut. Majelis pengajian ini sampai sekarang setiap tahunnya masih berjalan, yang dilakukan pada malam Jumat dan menjelang sholat Jumat pada pertengahan bulan Sapar, setiap tahunnya Doa Kyai Ageng Gribig itu dibacakan dihadapan hadirin, para pengunjung kemudian menyebutkan Majelis Pengajian itu dengan sebutan nama : ongkowiyu  yang dimaksudkan jongko wahyu atau mencari wahyu. Kemudian oleh anak turunnya istilah ini dikembalikan pada aslinya yaitu yaqowiyu

"Nilai-nilai"
Sikap toleran dan akomodatif terhadap kepercayaan dan budaya setempat, di satu sisi memang dianggap membawa dampak negatif, yaitu sinkretisasi dan pencampur adukan antara Islam di satu sisi dengan kepercayaan-kepercayaan lama di lain pihak, sehingga sulit dibedakan mana yang benar-benar ajaran Islam dan mana pula yang berasal dari tradisi.
Namun aspek positifnya, ajaran-ajaran yang disinkretiskan tersebut telah menjadi jembatan yang memudahkan masyarakat Jawa dalam menerima Islam sebagai agama mereka yang baru. Sebaliknya ajaran-ajaran tersebut memudahkan kalangan pesantren untuk mengenal dan memahami pemikiran dan budaya Jawa, sehingga memudahkan mereka dalam mengajarkan dan menyiarkan Islam kepada masyarakat Jawa.
Demikianlah, pergumulan antara Islam di satu pihak dengan tradisi dan budaya Jawa pra-Islam di pihak lain. Menolak semua tradisi dan budaya Jawa pra-Islam bagi masyarakat muslim adalah suatu kemustahilan. Sebagai anggota masyarakat Jawa, mereka terkait dengan norma dan tradisi yang berlaku. Namun, menerima semua tradisi Jawa dengan tanpa seleksi adalah langkah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip keagamaan yang mengharuskan adanya seorang rasul yang ditugaskan untuk mengajarkan risalah dan meluruskan tradisi agar tidak terjerumus dalam bidah.
Hal ini terjadi karena ada adat atau tradisi yang bertentangan dengan ajaran Islam. Selagi hal ini tidak bertentangan dengan ajaran Islam, para ulama tidak mempermasalahkan untuk mengadopsinya.

"Sebar apem"
Kegiatan sebaran apem yang memuncaki upacara adat yoqowiyu di Jatinom, Klaten yang lebih populer dengan sebutan saparan berlangsung semarak. Belasan ribu warga turut memeriahkan upacara yang digelar setahun sekali itu.
Antusiasme pegunjung sangat tinggi. Kendati upacara sebaran apem baru dimulai setelah Salat Jumat, namun sejak pagi hari, kondisi jalanan menuju Masjid Gedhe Jatinom sudah dipadati pengunjung. Menjelang upacara penyebaran apem itu berlangsung, tanah lapang yang digunakan untuk lokasi prosesi tersebut telah menjadi lautan manusia. Terik matahari tak menyurutkan niat mereka.
Di tanah lapang itu, dibangun dua buah menara yang tingginya sekitar delapan meter. Dari atas menara itulah, panitia yang mengenakan pakaian serba putih menyebar apem yang jumlahnya mencapai sekitar 4,5 ton. Ke kedua menara itulah pengunjung berusaha mendekat, dengan harapan lebih mudah mendapatkan apem yang disebar. Suasana semakin semarak kala upacara penyebaran apem berlangsung.
Ibarat memberi pakan ikan nila di kolam, gerombolan pengunjung berdesak-desakan mendekati tempat jatuhnya apem yang dilempar dari atas menara. Tidak sedikit dari mereka yang jatuh tersungkur karena berebutan dengan pengunjung lain
Sebagian dari mereka bertepuk tangan menarik perhatian panitia di menara agar mau melemparkan apem ke arah mereka. Upacara pelemparan apem itu berlangsung sekitar 45 menit.
 
"musrik"
      Diakuinya, banyak kalangan yang menganggap kepercayaan terhadap apem itu diyakini membawa berkah itu adalah perbuatan musrik. Namun sebagian orang menganggap bahwa Yaqowiyu merupakan upacara adat yang perlu dilestarikan
Banyak warga yang datang sekadar untuk memeriahkan acara ini. Mereka senang jika berhasil merebutkan apem yang dilempar .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar