SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI

Kamis, 31 Maret 2011

aku korban iparku

Rumah waris itu hanya laku Rp. 6,5 juta. Waktu itu aku masih duduk dibangku kelas tiga SMA. Masing-masing kebagian Rp. 2 juta, sisa Rp.500 ribu dimasukkan ke bank untuk memperbaiki makam kedua orang tua dan biaya keselamatan.

Ketika menerima uang waris Rp. 2 juta, aku sengaja menyimpan Rp. 1 juta sebagai deposito ke sebuah bank, sedangkan sisanya kubelikan sebuah TV. Sebab aku ingin punya TV sendiri dikamar tidurku.

Begitu lulus, aku pergi berduaan ke Sarangan bersama Anton, pacarku yang sekelas denganku. Ditempat rekreasi yang sejuk itulah aku memadu kasih dengan Anton. Entah bagaimana mulanya, setelah aku dicium dan diremas-remas payudaraku, aku seperti terhipnotis dan terbuai dengan segala rayuannya, sehingga aku menuruti saja ketika Anton mengajakku memasuki kamar hotel di Sarangan, aku tidak menolaknya.

Bahkan ketika di dalam kamar tidur, Anton mulai kembali dengan cumbuannya dan remasan-remasan hangatnya yang benar-benar membuatku tak berdaya dan diam saja saat Anton mulai melepas satu demi satu seluruh pakaian yang menempel ditubuhku, aku hanya bisa merasakan desah nafasku yang semakin tidak beraturan dan seluruh tubuhku benar-benar di luar kendaliku. Saat tangan Anton semakin bergerak leluasa ke bagian-bagian sensitif tubuhku, aku semakin pasrah dan menikmati seluruh kecupan hangat, remasan-remasan yang luar biasa nikmatnya, hingga akhirnya seluruh pertahananku jebol setelah penis Anton dengan cepatnya masuk dan merenggut keperawananku dengan sekali hentakan saja. Namun semuanya tak kupikirkan terlalu lama karena aku benar-benar sangat menikmatinya saat penis Anton mulai bergerak maju-mundur, turun-naik, sehingga membuat liang vaginaku mengeluarkan cairan kenikmatan yang terasa hangat saat tubuhku terhempas ke ranjang karena puncak orgasme yang kurasakan saat itu. Lemas, mataku berat, dan akhirnya aku tertidur di dalam pelukan dada Anton kekasihku itu.

Noktah merah yang seharusnya kupersembahkan buat suamiku, akhirnya keberikan lebih awal kepada Anton, pacarku sekaligus calon suamiku kelak. Aku ingat persis Anton kembali melakukan persetubuhan denganku hingga lebih dari tiga kali pada hari itu, aku benar-benar dibuat takluk dengan keperkasaan seksualnya.
"Tak udah memikirkan keperawanan. Jaman sudah maju, manusia tidak membutuhkan keperawanan, melainkan kesetiaan", kata Anton setelah berhasil mengambil keperawananku. Aku juga masih ingat persis ketika Anton memberiku uang Rp.10 ribu.
"Ini untuk beli jamu", katanya singkat. Hampir saja aku melempar uang itu ke wajahnya. Tetapi Anton keburu mencium pipiku, keningku dan tengkukku sehingga aku tidak bisa marah atas sikapnya tadi.

Benar dugaanku. Setelah peristiwa itu Anton tidak muncul-muncul. Hampir dua minggu aku menunggu, tak kelihatan juga batang hidungnya. Akhirnya aku memaksakan untuk datang ke rumahnya di jalan Borobudur. Betapa terkejutnya aku, ketika ibunya bilang Anton sudah berangkat ke Jakarta, untuk mengadu nasib di sana. Niat hati ingin menyampaikan masalah ini kepada ibunya bahwa aku dan Anton telah berbuat hal layaknya suami istri. Tetapi mulutku tidak bisa bersuara. Aku hanya menahan nafas dan mengehembuskannya dalam-dalam.

Saat paling membuatku berdebar-debar adalah saat aku tidak mengalami menstruasi. Aku kalut, Beberapa macam pil yang disebut orang-orang bisa untuk menggugurkan kandungan, kuminum. Tetapi, aku tetap terlambat datang bulan. Aku makin kalut. Apalagi aku harus hengkang dari rumah, karena rumah kami sudah laku dijual. Aku harus ke Surabaya, tidak ada jalan lain.

Bulan kedua aku lewati dengan mengurung diri di kamar di ruman Mbak Mira, kakak sulungku. D rumah ini tinggal juga suaminya, Mas Sancaka, dan anak tunggalnya Sarma, yang masih balita. Selain itu pula ada pula Mas Sudrajat, adik Mas Sancaka, yang hingga kini masih hidup membujang.

Sebulan dirumah Mbak Mira, aku sudah tidak bisa menyembunyikan diri lagi. Ketika Mbak Mira tidur aku mengutarakan permasalahanku ini kepada Mas Sancaka, dan berharap dia bisa memeberikan jalan keluar terbaik bagi diriku.
"Besok kamu ikut aku. Kita harus menggugurkan anak haram itu", kata Mas Sancaka, "Dan Mbak Mira tidak perlu tahu musibah ini", tambahnya. "Kamu masih punya uang simpanan?", katanya.
"Satu juta", jawabku singkat.
"Besok pagi kita ambil, kekurangan uangnya biar aku yang tanggung", kata Mas Sancaka.

Keesokan pagi harinya aku dibawa ke dokter yang ada dikawasan lokalisasi di Surabaya. Di tempat yang tidak terlalu luas itu, kandunganku digugurkan. "Biayanya Rp. 1,6 juta, itu belum termasuk biaya kamar, biaya perawatan, dan obat-obatan. Siapkan saja uang sekitar Rp. 2 juta", kata dokter yang merawatku kepada Mas Sancaka.

Aku memandangi Mas Sancaka untuk meminta reaksi atas ucapannya tadi malam. "Ya, Dok. Ini kami membawa uang Rp. 1 juta, nanti saya akan ambil uang di ATM untuk melengkapi seluruh biayanya", kata Mas Sancaka kepada dokter yang akan menggugurkan kandunganku, sembari melirikku. Lega rasanya aku dibantu kakak iparku. Dibenakku aku punya harapan untuk kuliah kembali, agar jadi 'orang'. Uang Rp. 1 juta kuserahkan, dan dalam waktu sepuluh menit aku sudah tidak sadarkan diri. Ketika aku bangun, aku telah berada di ruangan yang sama sekali tidak aku kenal. Ada seorang perawat disini. "Jangan banyak bergerak dahulu ya jeng", kata perawat itu yang kira-kira berusia 40 tahun. dia kemudian menyeka keringatku dan meneyelimuti tubuhku dengan baju putih.

Tak lama kemudian Mas Sancaka datang dan membawa buah-buahan untukku. Aku tersenyum kepadanya. Diapun membalas senyumku. Diusapnya rambutku, dan diciumnya keningku.
"Sus, meski kami menggugurkan kandungannya, tetapi kami ingin tetap menikah. Kami hanya merasa belum siap saja. Saya ingin Mila menjadi istri kedua", kata Mas Sancaka kepada perawat itu, tanpa meminta persetujuanku kalau aku pura-pura jadi WIL-nya.
Sehari kemudian aku pulang. Tetapi aku tidak diijinkan untuk pulang ke rumah Mbak Mira oleh Mas Sancaka, Aku justru dibawanya kesebuah hotel. "Kenapa disini, Mas?" tanyaku.
"Kamu masih kelihatan pucat. Jangan pulang dulu, kamu tidur disini sekitar 3 sampai 4 hari dulu, nanti baru pulang. Lagian Mas Sancaka sudah bilang ke Mbak Mira, bahwa kamu balik sementara ke Bandung untuk keperluan menjenguk saudara", katanya. Aku mengikuti saja sarannya tersebut.

Hari-hari pertama Mas Sancaka bersikap sopan kepadaku, Dia tampak mengasihiku. Tetapi, pada hari kedua, Mas Sancaka mulai berubah, setelah berbaringan di sebelah tubuhku, Mas Sancaka secara mengejutkan memintaku untuk memegang 'senjatanya'.
"Aku nggak kuat, Mila. Tolong kamu pegang-pegang penisku sampai 'keluar', agar kepalaku tidak pusing. Mbakyumu sedang mestruasi. Jadi aku tidak melakukan hubungan badan selama dua hari ini, biasanya kami melakukannya setiap hari", begitu kata Mas Sancaka beralasan kepadaku.

Ingin rasanya aku menolak, tetapi bagaimana lagi? Mas Sancaka telah begitu berbaik hati kepadaku. Kupikir tidak ada salahnya aku melakukannya sekali ini untuk membalas kebaikan-kebaikan Mas Sancaku kepadaku selama ini, khususnya saat-saat seperti ini. Dengan malu-malu aku melakukan apa yang dimintanya, Kulihat penis Mas Sancaka masih tertidur, panjangnya lumayanlah, aku mulai mengusap-usap batang penis Mas Sancaka secara lembut. Sedikit demi sedikit aku mulai melihat reaksinya, Penis Mas Sancaka sedikit demi sedikit mulai mengembang dan membesar, tanganku merasakan penisnya yang bergerak-gerak hingga akhirnya tidak bisa bergerak lagi, karena seluruh batang penisnya telah tegang dengan sangat kerasnya.

Mas Sancaka kulihat memejamkan matanya menikmati permainan ini, aku semakin berani untuk memain-mainkan penisnya, kuusap, kugosok-gosok dengan jariku dan terakhir aku mulai mengocok-ngocok penis Mas Sancaka secara turun naik, kulihat tubuh Mas Sancaka kadang-kadang menggeliat merasakan kenikamatan ini, sampai akhirnya tiba-tiba tubuh Mas Sancaka tiba-tiba mengejang, penisnya terasa panas sekali, kulihat kepala penisnya kini berubah warnanya menjadi sangat merah sekali dan berdenyut-denyut.

Tiba-tiba Mas Sancaka memejamkan matanya sangat erat, bibirnya seperti menggigit menahan sesuatu yang amat luar biasa, tidak lebih dalam hitungan dua detik, tiba-tiba aku melihat cairan kental menyemprot deras keluar dari batang penisnya Mas Sancaka, cairan spermanya muncrat banyak sekali seiring dengan itu tubuhnya berkelejat-kelejat sampai pada akhirnya spermanya habis, tubuhnya jatuh lunglai dan kulihat wajah Mas Sancaka tersenyum puas. Perlahan-lahan aku membersihkan tubuh Mas Sancaka yang belepotan spermanya, kubersihkan dengan perlahan-lahan sambil memijat-mijat tubuh Mas Sancaka, hingga akhirnya Mas Sancaka tertidur di ranjangku.

Di hari kedua aku benar-benar tidak mampu menolak permintaannya, saat aku sedang mandi tiba-tiba pintu kamar mandiku diketok oleh Mas Sancaka, ketika kubukakan, tiba-tiba Mas Sancaka menerkamku dengan buasnya. "Kalau kamu tidak melayaniku, maka kasus pengguguran ini akan kuberitahukan kepada Mbak Mira", ancamnya.
Maka, aku tidak mampu menolak keinginannya ini, Semalaman itu aku harus melayani Mas Sancaka ronde demi ronde. Sejak saat itu aku semakin tidak punya keberanian untuk menolak keinginan Mas Sancaka untuk mencicipi kehangatan tubuhku yang masih sintal, dan rapatnya liang vaginaku, karena aku memang belum pernah melahirkan. Perbuatannya ini tidak hanya dilakukan di hotel saja, tetapi sudah mulai berani dilakukan di rumah Mbak Mira, Hampir Setiap tengah malam menjelang pukul 3 pagi, Mas Sancaka selalu mengendap-endap menuju kamarku dan mengetuk kamar tidurku untuk meminta jatahnya, karena aku takut suatu waktu akan ketahuan akibat Mas Sancaka mengetuk pintuku maka aku setiap tidur tidak pernah mengunci kamar tidurku.

Yang membuatku semakin tertekan adalah tiba-tiba pada suatu hari tubuhku serasa terindih sesuatu, ketika aku membuka mataku alangkah kagetnya aku, karena yang menindih tubuhku adalah Mas Sudrajat, adik Mas Sancaka, aku ingin berteriak, tetapi Mas Sudrajat menutup mulutku sambil mengancamku. "Awas, kamu tidak perlu berteriak, Jika tidak saya akan melaporkan perselingkuhan kamu dengan Mas Sancaka kepada Mbak Mira. Aku telah mengetahui kejadian ini sejak minggu lalu, lalu apa salahnya jika kamu melakukannya kepadaku juga", ancamnya.
Sejak saat itu aku menilai Mas Sudrajat sama bejatnya dengan Mas Sancaka. Hingga mulai saat itu hampir setiap hari aku melayani dua pria. Antara pukul 12 malam sampai denga pukul 1.30 pagi aku melayani Mas Sudrajat, dan Antara pukul 3 pagi sampai dengan pukup 4 pagi aku harus kembali bergumul dengan Mas Sancaka. Tubuhku benar-benar sebagai pelampiasan nafsu kedua saudara-saudara iparku.

Bahkan menurutku Mas Sudrajat adalah orang paling bejat didunia ini, ia bahkan menceritakan perselingkuhan kami kepada Mas Suwono yang tinggal di jakarta. Ketika suatu saat Mas Suwono menginap di rumah Mbak Mira berkaitan dengan tugas kantornya. Dia tidak tidak sungkan-sungkan masuk kekamar tidurku malam hari bersama dengan Mas Sudrajat untuk kembali merasakan kehangatan tubuhku, malah pernah suatu kali ketiganya tiba-tiba berkumpul di kamarku dan benar-benar menguras seluruh tenagaku, hingga aku pernah pingsan menahan kenikmatan yang datang bertubi-tubi tanpa hentinya dari ketiga saudara iparku yang menggilir aku secara bergantian. Hingga akhirnya puncak dari seluruh kenikmatan tersebut adalah kelelahan yang luar biasa, aku knock out alias KO!

Lebih celaka lagi ketika suatu saat Mbak Mira pada siang hari datang ke kamarku dan menemukan celana dalam suaminya ada di kamarku. Aku sangat yakin Mbak Mira mengetahui kalu suaminya sering masuk ke kamarku. Mbak Mira hanya diam saja. Dia hanya melemparkan celana dalam suaminya itu kewajahku. Dan, sejak itulah Mbak Mira jarang mengajakku bicara. Ketika kuceritakan kejadian ini kepada Mas Sancaka, Diluar dugaan di berkata, "Mila, Mbak Mira sudah tidak kuat lagi melayani nafsuku, pernah kusampaikan aku punya pacar seorang janda muda, dia diam-diam saja", kata Mas Sancaka.

Aku tercenung. Napasku terasa berhenti di tenggorokan. Kasihan Mbak Mira. Tetapi siapa yang menaruh rasa belas kasihan kepadaku? Aku telah melayani nafsu biadab ketiga saudara iparku. Ingin rasanya aku lari minggat dari rumah Mbak Mira, Tetapi kemana aku harus menetap? aku tidak ingin menjadi seorang Wanita Tuna Susila, dan aku sudah tidak memiliki uang pula untuk menyambung hidup jika aku minggat.
Sampai akhirnya sedikit demi sedikit keberanianku benar-benar hilang sama-sekali, dan hingga sampai ini aku masih harus tetap melayani nafsu binatang ketiga lelaki iparku.

TAMAT

benih papa mertua

ni berawal saat ibunya sakit dan harus masuk rumah sakit dan Paul harus terbang ke luar kota untuk urusan bisnis yang amat penting. Paul tadinya tak setuju saat Emma meminta papanya, Jack, agar menginap di rumah mereka untuk sementara untuk menemaninya pergi ke rumah sakit, mengatakan padanya bagaimana hal itu akan mengganggu pikirannya karena dia adalah titik penting dalam negosiasi kali ini.

Dan pikiran yang sangat mengganggunya itu adalah karena dia curiga sudah sejak dulu papanya ada 'perasaan lain' pada Emma istrinya. Emma merasa sangat marah pada Paul, karena sangat egois dan dengan perasaan cemburunya itu. Bukan hanya kali ini Paul meragukan kesetiaannya terhadap perkawinan mereka dan kali ini dia merasa telah berada dalam puncaknya.. Dan dia tahu dia akan membuat Paul membayar sikapnya yang menjengkelkan itu.

Ketika itu terjadi, Jack tiba pada hari sebelum Paul terbang ke luar kota untuk bertemu kliennya. Dia tidak membiarkan kedatangan Jack mengganggu jadwalnya, meskipun dia akan membiarkan papanya bersama Emma tanpa dia dapat mengawasinya selama beberapa hari kedepan. Ini adalah segala yang Emma harapkan dan lebih, ketika dia menyambut Jack dengan secangkir teh yang menyenangkan..

Dia bisa katakan dari perhatian Jack yang ditunjukkannya pada kunjungan itu. Mata Jack berbinar saat dia tahu Paul akan pergi besok pagi-pagi benar, dan dia mendapatkan Emma sendirian dalam beberapa hari bersamanya. Emma sangat menarik, yang sungguhpun dia tahu sudah tidak punya kesempatan terhadap Emma, dia masih berpegang pada harapannya, dan berbuat yang terbaik untuk mengesankannya, dan menggodanya.

Emma tersanjung oleh perhatiannya, dan menjawab dengan mengundang bahwa mereka berdua dapat mulai untuk membiarkan harapan dan pemikiran yang telah dia kubur sebelumnya untuk mulai kembali ke garis depan itu.

Sudah terlambat untuk jam kunjungan rumah sakit sore itu, sehingga mereka akan kembali lagi esok paginya sekitar jam sebelas. Emma menuangkan beberapa gelas wine untuk mereka berdua sekembalinya dari rumah sakit petang itu.

"Aku harus pergi dan mandi.. Aku kira aku tidak punya waktu pagi nanti".
"Oh bisakah Papa membiarkan showernya tetap hidup? Aku juga mau mandi jika Papa tidak keberatan."

Emma mau tak mau nanti akan menyentuh dirinya di dalam shower, bayangan tangan Jack pada tubuhnya terlalu menggoda dan rasa marah terhadap suaminya sangat sukar untuk dienyahkan dari pikirannya.

Dia belum terlalu sering mengenakan jubah mandi sutera itu sebelumnya, tetapi memutuskan untuk memakainya malam ini. Hasrat hatinya mendorongnya untuk melakukannya untuk Papa mertuanya, Paul bisa protes padanya jika dia ingin. Terlihat pas di pinggangnya dan dengan tali terikat, membuat dadanya tertekan sempurna. Itu nampak terlalu 'intim' saat dia menunjukkan kamar mandi di lantai atas. Emma meninggalkannya, dan kemudian kembali semenit kemudian.

"Aku menemukan salah satu jubah mandi Paul untuk Papa" dia berkata tanpa berpikir saat dia membukakan pintu untuknya. Di dalam cahaya yang remang-remang Emma dapat melihat pantatnya yang atletis.

Mereka duduk bersama di atas sofa, melihat TV. Dan setelah dua gelas wine lagi, Emma tahu dia akan mendorong 'keinginan' manapun yang Jack ingin lakukan. Dia sedikit lebih tinggi dari Paul, maka jubahnya hanya sampai setengah paha berototnya. Mau tak mau Emma meliriknya sekilas dan ingin melihat lebih jauh lagi. Dengan cara yang sama, Jack sulit percaya akan keberuntungannya untuk duduk disamping Emma yang berpakaian sangat menggoda dan benaknya mulai membayangkan lebih jauh lagi. Jack akan dikejutkan nantinya jika dia kemudian mengetahui hal sederhana apa yang akan membuat hasratnya semakin mengakar..

Besok adalah hari ulang tahun Emma, dan Paul lupa seperti biasanya, alasannya bahwa tidak ada waktu untuk lakukan apapun ketika dia sedang pergi, dan dia telah berjanji pada Emma kalau dia akan berusaha untuk mengajaknya untuk sebuah dinner yang manis ketika pulang. Kenyataannya bahwa Jack tidak hanya tidak melupakan, tetapi membawakannya sebuah hadiah yang menyenangkan seperti itu, menjadikan hatinya lebih hangat lagi. Dia seperti seorang anak perempuan kecil yang sedang membuka kotak, dan menarik sebuah kalung emas.

"Oh Papa.. Papa seharusnya tidak perlu.. Ini indah sekali"
"Tentu saja aku harus.. Tapi aku takut itu tidak bisa membuat kamu lebih cantik cintaku.. Sini biarku kupasangkan untukmu"
"Ohh Papa!"

Emma merasa ada semacam perasaan cinta untuknya saat dia berada di belakangnya. Dia harus lebih dulu mengendurkan jubah untuk membiarkan dia memasang kaitan di belakang, dan ketika dia berbalik ke arahnya, Jack tidak bisa menghindari tetapi matanya mengarah pada belahan dada Emma yang menyenangkan.

"Oh.. Apa rantainya kepanjangan?" ia berharap, menatap kalung yang melingkar di atas dada lezatnya.
"Tidak Pa.. Ini menyenangkan" dia tersenyum, menangkap dia memandang ke sana lebih banyak dari yang seharusnya diperlukan.
"Oh terima kasih banyak.."

Emma menciumnya dengan agak antusias dibanding yang perlu dilakukannya dan putus tiba-tiba dengan sebuah gairah dipermalukan. Kemudian Jack menangkap momen itu, menarik punggungnya seolah-olah meredakan kebingungannya dan menciumnya dengan perasaan jauh lebih dibandingkan perasaan seorang mertua.

"Selamat ulang tahun sayang" katanya, saat senyuman mereka berubah jadi lebih serius.
"Oh terimakasih Papa"

Emma menciumnya kembali, menyadari ini adalah titik yang tak bisa kembali lagi, dan kali ini membiarkan lidahnya 'bermalas-malasan' terhadapnya. Dia baru saja mempunyai waktu untuk merapatkan jubahnya kembali saat Paul meneleponnya untuk mengucapkan selamat malam dan sedikit investigasi. Paul ingin bicara pada papanya dan memintanya agar menyimpan cintanya untuk ibunya yang sudah meninggal. Mata Emma tertuju pada Jack saat dia menenteramkan hati putranya di telepon, mengetahui dia akan membiarkan pria ini melakukan apapun..

"Aku sangat suka ini Pa.." Emma tersenyum ketika telepon dari Paul berakhir. Dia menggunakan alasan memperhatikan kalungnya untuk membuka jubahnya lagi, kali ini sedikit lebih lebar.
"Apa kamu pikir ini cocok untukku?"
"Mm oh ya.." dia tersenyum, matanya menelusuri bagian atas gundukan lezatnya, dan untuk pertama kalinya membiarkan gairahnya tumbuh.

Emma secara terbuka mempresentasikan payudaranya untuk kekasihnya, membiarkan dia menatapnya ketika dia membusungkan dadanya jauh lebih lama dibandingkan hanya sekedar untuk memandangi kalung itu. Dia mengangkat tangannya dan memegang mainan kalung itu, mengelus diantara dadanya, menatap tajam ke dalam matanya.

"Kamu terlihat luar biasa dengan memakainya" dia tersenyum.

Nafas Emma yang memburu adalah nyata ketika tangan kekasihnya telah menyentuhnya di sana, dan pandangannya yang memikat saat kekasihnya menyelami matanya memberi dia tiap-tiap dorongan. Mereka berdua tahu apa yang akan terjadi kemudian, sudah terlalu jauh untuk menghentikannya sekarang. Dia akan bercinta dengan Papa mertuanya. Mereka berdua juga menyadari, bahwa tidak perlu terburu-buru kali ini, mereka harus lebih dulu membiarkan berjalan dengan sendirinya, dan walaupun kemudian itu akan menjadi resikonya nanti.

Emma bisa melihatnya sekarang kalau 'pertunjukannya' yang nakal telah memberi efek pada gairah kekasihnya. Gundukan yang terlihat nyata di dalam jubahnya menjadikan jantungnya berdebar kencang, dan kekasihnya menjadi bangga ketika melihatnya menatap itu, seperti halnya dia yang memandangi payudaranya.

"Kamu sudah cukup merayuku.. Kamu nakal!" Emma tersenyum pada kata-kata terakhirnya, memberi dia pelukan yang lain. Pelukan itu berubah menjadi sebuah ciuman, dan kali ini mereka berdua membiarkan perasaan mereka menunjukkannya, lidah mereka saling melilit dan memukul-mukul satu sama lain. Emma merasa tali jubahnya mengendur, dan Jack segera merasakan hal yang sama.

"Oh Jack.. Kita tidak boleh" dia menjauh dari kekasihnya sebentar, tidak mampu untuk hentikan dirinya dari pemandangan jubahnya yang terbuka cukup lebar untuk melihat ujung penisnya yang tak terukur membesar diantara pahanya yang kuat.

"Ohh Emma.. Aku tahu.. Tapi kita harus" dia menarik nafas panjang, memandang pada perutnya untuk melihat kewanitaannya yang sempurna, telah merekah dan mengeluarkan cairannya. Detak jantung Emma bahkan jadi lebih cepat saat dia lihat tonjolannya menghentak lebih tinggi ke udara saat kekasihnya memandang bagian paling intimnya.

"Oh Jack sayang.." desahnya pelan saat kekasihnya memeluknya, jubahnya tersingkap dan dia terpana akan tonjolannya yang sangat besar di bagian bawahnya. Itu sepertinya memuat dua prem ranum yang membengkak dengan benihnya yang berlimpah. Dia tidak bisa hentikan dirinya sekarang.. Dia membayangkan dirinya berenang di dalamnya.

"Emma cintaku.. Betapa lamanya aku menginginkanmu.." katanya saat ia menggapai paha Emma.
"Oh Jack.. Seandainya aku tahu.. Setiap kali Paul bercinta denganku aku membayangkan itu adalah kamu yang di dalamku.. Papa termanis.. Apakah aku terlalu jahat untuk katakan hal seperti itu?"
"Tidak kekasihku.." jawabnya, mencium lehernya dan turun pada dadanya, dan membuka jubahnya lebih lebar lagi untuk agar tangannya dapat memegang payudaranya. Mereka berdua ingin memanfaatkan momen itu..
"Apakah kamu ingin aku di sana sekarang?"
"Oh Jack.. Ya.. Papa" erangnya kemudian mengangkat jubahnya dan tangannya meraih penisnya.
"Aku sangat menginginkannya"
"Oh Emma.. Kekasihku, apakah ini yang kamu ingin?" dia mengerang, memegang jarinya di sekitar batang berdenyutnya yang sangat besar.
"Oh ya Papa.. Penismu.. Aku ingin penis Papa di dalamku"
"Sayangku yang manis.. Apa kamu menginginkannya di sini?" kekasihnya melenguh, menjalankan jemarinya yang pintar sepanjang celah itu, menggodanya, membuat matanya memejam dengan nikmat. Emma hampir merintih ketika dia menatap mata kekasihnya.
"Mm penis Papa di dalam vaginaku"
"Ahh anak manisku tercinta" Emma menjilat jarinya dan menggosoknya secara lembut di atas ujung kejantanannya yang terbakar, membuat kekasihnya merasa ngeri dengan kegembiraan.
"Kamu ingin jadi nakal kan Pa.. Kamu ingin orgasme di dalamku" Emma menggoda, meninggalkan pembesaran tonjolan yang bagus, dan mengalihkan perhatiannya kepada buah zakarnya yang membengkak.

Sekarang adalah giliran kekasihnya untuk menutup matanya dengan gairah yang mengagumkan.

"Kamu ingin meletakkan spermamu di dalam istri putramu.. Kamu ingin melakukan itu di dalam vagina gadis kecilmu"

Dia hampir menembakkannya bahkan waktu Emma menggodanya, tetapi entah bagaimana menahan ombak klimaksnya, dan mengembalikannya pada Emma, keduanya sekarang saling memegang pinggang satu sama lainnya.

"Dan kamu ingin benih Papa di dalam kandunganmu kan.. Dalam kandunganmu yang dahaga.. Membuat seorang bayi kecil di dalam kandungan suburmu" dia tidak bisa semakin dekat kepada tanda untuknya.. Emma telah memimpikan kekasihnya memberinya seorang anak, Emma gemetar dan menggigit bibirnya saat jari tangan kekasihnya diselipkan di dalam saluran basahnya.

"Papa.. Oh ya.. Ya.. Tolong.. Aku sangat menginginkannya.."

Paul belum pernah punya keinginan membicarakan tentang hal itu.. Emma tidak benar-benar mengetahui apakah dia ingin seorang anak, sekalipun begitu pemikiran itu menjadi sebuah gairah yang luar biasa. Bibirnya menemukannya lagi, dan tenggelam dalam gairahnya, lidah mereka melilit lagi dengan bebas tanpa kendali yang sedemikian manis.

Emma membiarkan jubahnya terbuka seluruhnya sekarang, menekankan payudaranya secara lembut melawan dada berototnya, perasaan geli membuat cairannya lebih berlimpah. Jantungnya terisi dengan kenikmatan dan antisipasi, pada pikiran bahwa dia menginginkan dirinya.. Bahwa seluruh gairah Emma akan terpenuhi dengan segera.

"Oh gadis manisku yang jahat" lenguhnya saat bibir Emma menggodanya.
"Aku akan pergi sebentar" dia tersenyum dengan mengundang saat dia menoleh ke belakang dari pintu.
"Jangan pergi" Emma melangkah ke lantai atas, jubahnya berkibar di sekitarnya lagi saat dia memandangnya.

Emma tidak perlu merasa cemas, suaminya sedang berada jauh di sana dengan segala egoisme kesibukannya, dan Emma mengenal bagaimana kebiasaanya. Jantung Emma dilanda kegembiraan lebih ketika dia melepaskan jubahnya dan berjalan menuju dia.. Pada Papa mertuanya.. Telanjang dan siap untuk menyerahkan dirinya seluruhnya kepada kekasihnya.

Ketika dia mendengar langkah kaki Emma pada tangga, dia lalu keluar dari jubahnya dan sekarang berlutut di atas permadani di depan perapian, menghadapinya ketika dia masuk, ereksinya semakin besar dalam posisi demikian. Emma berlutut di depannya, tangannya memegang obyek hasratnya, yang berdenyut sekilas, lembut dan demikian panas dalam sentuhannya. Matanya terpejam dalam kenikmatan murni saat Emma berlutut dan mencium ujung merah delima itu, matanya terbuka meresponnya, dan mengirim beberapa tetesan cairan lezat kepada lidah penggemarnya. Kekasihnya mengelus payudaranya dan menggoda puting susunya yang gemuk itu.

"Aku sudah siap Pa.. Malam ini seutuhnya milikmu"
"Emma sayang, kamu indah sekali.." kekasihnya memujinya dan dia tersenyum dengan bangga.
"Oh Papa.. Kumohon. Aku sangat menginginkannya.. Aku ingin benihmu di dalamku"
"Sepanjang malam cintaku.." kekasihnya tersenyum, rebah bertumpu pada sikunya lalu menyelipkan tangannya diantara paha Emma.
"Kita berbagi tiap momen"

Emma rebahan pada punggungnya, melebarkan lututnya membiarkan jari kekasihnya berada di dalam rendaman vulvanya.

"Ohh mm Papa sayang.." Emma melenguh saat jari kekasihnya merangsang tunas kesenangannya tanpa ampun.
"Mm betapa aku sangat memuja perempuan kecilku.." Kekasihnya menggodanya ketika wajahnya menggeliat di puncak kesenangan.
"Ohh Papa.. Rasakan bagaimana basahnya aku untukmu"
"Apa anakku yang manis sudah basah untuk penis Papa? Mm penis Papa di dalam vagina panas gadis kecilnya.. Penis besar Papa di dalam vagina gadisnya yang panas, vagina basah.." kata-katanya diiringi dengan tindakan saat dia bergerak di antara pahanya, tongkatnya berdenyut dengan bernafsu saat dia mempersiapkan lututnya.
"Setubuhi aku Pa.. Masukkan penismu ke dalamku"
"Sayang.. Emma yang nakal.. Buka vaginamu untuk penis Papa" tangan mereka memandu, kejantanannya membelah masuk kewanitaannya.
"Papa.. Yang besar.. Itu penuh untukku kan?"
"Ya putriku manis.. Sperma yang penuh untuk kandunganmu.. Apa kamu akan membuat Papa melakukan itu di dalam tubuhmu?"
"Ahh ya Papa.. Aku akan membuatmu menembakkannya semua ke dalam tubuhku.. Ahh ahh ahh"

Emma mulai menggerakkan pinggangnya.. Takkan menghentikan dirinya saat dia membayangkan itu. Mata mereka saling bertemu dalam sebuah kesenangan yang sempurna, mereka bergerak dengan satu tujuan, yang ditetapkan oleh kata-katanya.

"Papa akan menembakkan semuanya ke dalam kandunganmu yang subur.. Sperma Papa akan membuat bayi di dalam kandunganmu Emma sayang" tangan kekasihnya mengayun pantatnya sekarang saat dia mulai menusuk lebih dalam, matanya menatap kekasihnya ketika dia menarik pantatnya yang berotot, mendorong lebih lanjut ke dalam tubuhnya.. Memberinya hadiah yang sangat berharga.

Penis besarnya menekan dalam dan panjang, buah zakarnya yang berat menampar pantatnya saat dia mendorong ke dalam kandungannya. Dia tidak bisa menolong, hanya melihatnya, setiap gerakan mereka yang mendatangkan nikmat.. Membayangkan waktunya akan segera datang.. Memancar dari kekasihnya.. Berenang di dalam dirinya.. Membuatnya mengandung anaknya. Dia menggelinjang saat kekasihnya menyusu pada puting susunya yang diremas keras, tangan besarnya meremas payudaranya bersama-sama saat dia mengocoknya berulang-ulang.

"Ohh Papa.. Penis besarmu membuatku orgasme.. Oohh" dia berteriak, menaikkan lututnya setinggi yang dia bisa untuk memaksanya lebih dalam ke bagian terdalam vaginanya. Kekasihnya menghentak lebih cepat, meremas pantatnya untuk membuat sebuah lingkaran yang ketat pada vaginanya.. Momen yang sempurna mendekat dengan cepat saat dia menatap mata kekasihnya.

"Emma sayang.. Papa juga keluar.."
"Mm shh" Emma memperlambat gerakan kekasihnya, menenangkannya ketika waktunya datang..
"Aku ingin menahanmu saat kamu keluar.. Saat kamu memompa benihmu ke dalam tubuhku"
"Oh sayang.. Ya gadis manisku.. Tahan aku saat kukeluarkan spermaku ke dalam kandunganmu"

Dia merasa itu membesar di dalam cengkramannya, urat gemuk penisnya siap untuk berejakulasi, dan kemudian menghentak dengan liar, dan dengan masing-masing semburan yang dia rasa pancarannya yang kuat menghantam dinding kewanitaannya, membasahi hamparan ladangnya yang haus kekeringan. Bibir mereka bertemu dalam lilitan sempurna, tangisan Emma membanjiri kekasihnya kala kekasihnya menyembur dengan deras ke dalamnya. Punggung Emma melengkung, mencengkeram penisnya sangat erat saat ombak kesenangan menggulungnya. Dia ingin menahannya di sana untuk selamanya..

"Ohh Ohh aahh.. Papa melakukannya.. Isi aku.. Aahh" jantung mereka berdegup sangat keras ketika mereka berbaring bersama, terengah-engah, sampai mereka bisa berbicara.
"Oh Tuhan, Emma.. Aku sangat menginginkanmu.."

Dan untuk beberapa hari ke depan, tak ada sepatah katapun yang sanggup melukiskan momen itu..


E N D

simpanan ayah

Ayahku sudah sekitar 3 tahun meninggal dunia, meninggalkan ibu dan anak-anak, aku dan adikku Charles yang masih kecil. Kini Charles sudah duduk di kelas 8 SD sedang aku sudah tamat SMU, mulai kuliah di Akademi Pariwisata dan Perhotelan. Meski mendapat dana pensiun tetapi amat kecil jumlahnya. Maklum, ayahku hanya pegawai kecil di Pemda KMS. Untuk menyambung hidup dan membiayai sekolahku dan Charles, ibuku terpaksa membuka toko jamu di samping rumah. Lumayan, sebab selain jualan jamu ibu juga menjual rokok, permen, alat-alat tulis, pakaian anak-anak dan sebagainya. Tentu saja, aku membantu ibu dengan sekuat tenaga. Siapa lagi yang bisa membantu beliau selain aku?

Charles masih terlalu kecil untuk bisa membantu dan mengerti tentang kesulitan hidup. Meski usia ibu sudah berkepala empat tetapi masih cantik dan bentuk tubuhnya masih bahenol dan menarik. Maklum ibu memang suka memelihara tubuhnya dengan jamu Jawa. Selain itu, sejak muda ibu memang cantik. Ibuku blasteran, ayahnya belanda dan Ibu Sunda. Ayahku sendiri dari suku Ambon tetapi kelahiran Banyumas. Ia lebih Jawa ketimbang Ambon, meski namanya Ambon. Selama hidup sampai meninggal ayah bahkan belum pernah melihat Ambon.

Ayah meninggal karena kecelakaan bus ketika bertugas di Jakarta. Bus yang ditumpanginya ngebut dan nabrak truk tangki yang memuat bahan bakar bensin. Truk dan bus sama-sama terbakar dan tak ada seorang penumpangpun yang selamat termasuk ayahku.

Sejak itu, ibuku menjanda sampai tiga tahun lamanya. Baru setahun yang lalu diam-diam ibu pacaran dengan duda tanpa anak, teman sekantor ayahku dulu. Namanya Sutoyo, usianya sama dengan ibuku, 42 tahun. Sebenarnya aku sudah curiga, sebab Pak Toyo (aku memanggil-nya "Pak" karena teman ayahku) yang rumahnya jauh sering datang minum jamu dan ngobrol dengan ibuku. Lama-lama mereka jadi akrab dan lebih banyak ngobrolnya daripada minum jamu. Kecurigaanku terbukti ketika pada suatu hari. ibu memanggilku dan diajaknya bicara secara khusus.
"Begini Cyn", kata ibu waktu itu.
"Ayahmu kan sudah tiga tahun meninggalkan kita, sehingga ibu sudah cukup lama menjanda."

Aku langsung bisa menebak apa yang akan dikatakan ibu selanjutnya. Aku sudah cukup dewasa untuk mengetahui betapa sepinya ibu ditinggal ayah. Ibu masih muda dan cantik, tentunya ia butuh seseorang untuk mendampinginya, melanjutkan kehidupan. Aku sadar sebab aku juga wanita meski belum pernah menikah.

"Ibu tak bisa terus menerus hidup sendiri. Ibu butuh seseorang untuk mendampingi ibu dan merawat kalian berdua, kamu dan adikmu masih butuh perlindungan, masih butuh kasih sayang dan tentu saja butuh biaya untuk melanjutkan studi, kalian demi ibu sudi menikah kembali dengan Pak Toyo dengan harapan masa depan kalian lebih terjamin.
Kamu mengerti?" begitu kata ibu.
"Ibu mau menikah dengan Pak Toyo?" aku langsung saja memotongnya.
"Tidak apa-apa kok Bu, Pak Toyo kan orang baik, duda lagi. Apalagi dia kan bekas teman ayah dulu!".
"Rupanya kamu sudah cukup dewasa untuk bisa membaca segala sesuatu yang terjadi sekelilingmu, Cyn", ibu tersenyum. "Kamu benar-benar mirip ayahmu."

Tak berapa lama kemudian ibu menikah dengan Pak Toyo dengan sangat sederhana dan hanya dihadiri oleh kerabat dekat. Sesudah itu ibu diboyong ke rumah Pak Toyo, dan rumah kami, kios dan segala isinya menjadi tanggung jawabku. Ibu datang pagi hari setelah kios aku buka dan pulang sore hari dijemput Pak Toyo sepulangnya dari kantor.

Kehidupan kami bahagia dan biasa-biasa saja sampai pada suatu hari, sekitar empat bulan setelah ibu menikah, suatu tragedi di rumah tangga terjadi tanpa setahu ibuku. Aku memang sengaja diam dan tidak membicarakan peristiwa itu kepada ibuku, aku tidak ingin melukai perasaannya. Aku terlalu sayang pada ibu dan biarlah kutanggung sendiri.

Kejadian itu bermula ketika aku sedang berada di rumah ibuku (rumah Pak Toyo) mengambil beberapa barang dagangan atas suruhan ibu. Hal tersebut biasa kulakukan apabila aku sedang tidak kuliah. Bahkan aku juga sering tidur di rumah ibuku bersama adik. Tak jarang sehari penuh aku berada di rumah ibu saat ibu berada di rumah kami menjaga kios jamu.

Kadangkala aku memang butuh ketenangan belajar ketika sedang menghadapi ujian semester. Rumah ibu Sepi di siang hari sebab Pak Toyo bekerja dan ibu menjaga kios, sementara di rumah itu tidak ada pembantu. Siang itu ibu menyuruhku mengambil beberapa barang di rumah Pak Toyo karena persediaan di kios habis. Ibu memberiku kunci agar aku bisa masuk rumah dengan leluasa. Tetapi ketika aku datang ternyata rumah tidak dikunci sebab Pak Toyo ada di rumah. Aku sedikit heran, kenapa Pak Toyo pulang kantor begitu awal, apakah sakit?
"Lho, Bapak kok sudah pulang?" tanyaku dengan sedikit heran. "Sakit ya Pak?".
"Ah tidak", jawab Pak Toyo." Ada beberapa surat ketinggalan. kamu sendiri kenapa kemari? Disuruh ibumu ya?".
"Iya Pak, ambil beberapa barang dagangan", jawabku biasa-biasa saja. Seperti biasa aku terus saja nyelonong masuk ke ruang dalam untuk mengambil barang yang kuperlukan.

Tak kusangka, Pak Toyo mengikutiku dari belakang. Ketika aku sudah mengambil barang dan hendak berbalik, Pak Toyo berdiri begitu dekat dengan diriku sehingga hampir saja kami bertubrukan. Aku kaget dan lebih kaget lagi ketika tiba-tiba Pak Toyo memeluk pinggangku. Belum sempat aku protes, Pak Toyo sudah mencium bibirku, dengan lekatnya.

Barang dagangan terjatuh dari tanganku ketika aku berusaha mendorong tubuh Pak Toyo agar melepaskan tubuhku yang dipeluknya erat sekali. Tetapi ternyata Pak Toyo sudah kerasukan setan jahanam. Ia sama sekali tak menghiraukan doronganku dan bahkan semakin mempererat pelukannya. Aku tak berhasil melepaskan diri. Pak Toyo menekan tubuhku dengan tubuhnya yang besar dan berat. Aku mau berteriak tetapi tiba-tiba tangan kanan Pak Toyo menutup mulutku.
"Kalau kamu berteriak, semua tetangga akan berdatangan dan ibumu akan sangat malu", katanya dengan suara serak.
Nafasnya terengah-engah menahan nafsu. "Berteriaklah agar kita semua malu!"

Aku jadi ketakutan dan tak berani berteriak. Rasa takut dan kasihan kepada ibu membuat aku luluh. Pikirku, bagaimana kalau sampai orang lain tahu apa yang sedang terjadi dan apa yang diperbuat suami ibuku terhadapku.

Belum lagi aku jernih berpikir Pak Toyo menyeretku masuk ke kamar tidur dan mendorongku sampai jatuh telentang di tempat tidur. Dengan garangnya Pak Toyo menindih tubuhku dan menciumi wajahku. Sementara tangannya yang kanan tetap mendekap mulutku, tangan kirinya mengambil sesuatu dari dalam saku celananya. Benda kecil licin segera dipaksakan masuk ke dalam mulutku. Benda kecil yang ternyata kapsul lunak itu pecah di dalam mulut dan terpaksa tertelan. Setelah menelan kapsul itu mataku jadi berkunang-kunang, kepalaku jadi berat sekali dan anehnya, gairah seksku timbul secara tiba-tiba. Jantungku berdebar keras sekali dan aliran darahku terasa amat cepat. Entah bagaimana, aku pasrah saja dan bahkan begitu mendambakan sentuhan seorang lelaki. Gairah itu begitu memuncak dan menggebu-gebu itu datang secara tiba-tiba menyerang seluruh tubuhku.

Samar-samar kulihat wajah Pak Toyo menyeringai di atasku. Perlahan-lahan ia bangkit dan melepaskan seluruh pakaianku. Kemudian ia membuka pakaiannya sendiri. Aku tak bisa menolak. Diriku seperti terbang di awang-awang dan meski tahu apa yang sedang terjadi, tetapi sama sekali tak ada niat untuk melawan.

Begitu juga ketika Pak Toyo yang sudah tak berpakaian menindih tubuhku dan menggerayangi seluruh badanku, aku pasrah saja. Bahkan ketika aku merasakan suatu benda asing memasuki tubuhku, aku tak bisa berbuat apa-apa. Tak kuasa untuk menolak, karena aku merasakan kenikmatan luar biasa dari benda asing yang mulai menembus dan bergerak-gerak di dalam liang kewanitaanku. Kesadaranku entah berada di mana. Hanya saja aku tahu, apa yang sedang terjadi pada diriku, Aku telah diperkosa Pak Toyo!

Ketika siuman, kudapati diriku telentang di ranjang Pak Toyo (yang juga ranjang ibuku) tanpa busana. Pakaianku berserakan di bawah ranjang. Sprei morat-marit dan kulihat bercak darah di sprel itu. Aku menangis.., aku sudah tidak perawan lagi! Aku sudah kehi1angan apa yang paling bernilai dalam hidup seorang wanita. Aku merasa jijik dan kotor. Aku bangkit dan bagian bawah tubuhku terasa sakit sekali.., nyeri! Tetapi aku tetap berusaha bangkit dan dengan tertatih-tatih berjalan ke kamar mandi. Kulihat jam dinding, Wah.., Sudah tiga jam aku berada di rumah itu. Aku harus segera pulang agar ibu tidak menunggu-nunggu. Aku segera mandi dan membersihkan diri serta berdandan dengan cepat.

Kuambil barang dagangan yang tercecer di lantai dan segera pulang. Pak Toyo sudah tidak kelihatan lagi, mungkin sudah kembali ke kantor. Kubiarkan ranjang morat-marit dan sprei berdarah itu tetap berada di sana. Aku tak peduli. Hatiku sungguh hancur lebur. Kebencianku kepada Pak Toyo begitu dalam. Pada suatu saat, aku akan membalasnya.
"Kok lama sekali?" tanya ibu ketika aku datang.
"Bannya kempes Bu, nambal dulu!" jawabku sambil mencoba menutupi perubahan wajahku yang tentu saja pucat dan malu. Kuletakkan barang dagangan di meja dan rasanya ingin sekali aku memeluk ibu dan memohon maaf serta menceritakan apa yang telah dilakukan suaminya kepadaku.

Tetapi hati kecilku melarang. Aku tak ingin membuat ibu sedih dan kecewa. Aku tak ingin ibuku kehilangan kebahagiaan yang baru saja didapatnya. Aku tak kuasa membayangkan bagaimana hancurnya hati Ibu bila mengetahui apa yang telah dilakukan suaminya kepadaku. Biarlah Untuk sementara kusimpan sendiri kepedihan hati ini.

Dengan alasan hendak ke rumah teman, aku mandi dan membersihkan diriku (lagi). Di kamar mandi aku menangis sendiri, menggosok seluruh tubuhku dengan sabun berkali-kali. Jijik rasanya aku terhadap tubuhku sendiri. Begitu keluar dan kamar mandi aku langsung dandan dan pamit untuk ke rumah teman. Padahal aku tidak ke rumah siapa-siapa. Aku larikan motorku keluar kota dan memarkirnya di tambak yang sepi. Aku duduk menyepi sendiri di sana sambil menguras air mataku.
"Ya Tuhan, ampunilah segala dosa-dosaku" ratapku seorang diri.

Baru sore menjelang magrib aku pulang. Ibu sudah dijemput Pak Toyo pulang ke rumahnya sehingga aku tak perlu bertemu dengan lelaki bejat itu. Kios masih buka dan adik yang menjaganya. Ketika aku pulang, aku yang menggantikan menjaga kios dan adik masuk untuk belajar.

Untuk beberapa hari lamanya aku sengaja tidak ingin bertemu Pak Toyo. Malu, benci dan takut bercampur aduk dalam hatiku. Aku sengaja menyibukkan diri di belakang apabila pagi-pagi Pak Toyo datang mengantar ibu ke kios. Sorenya aku sengaja pergi dengan berbagai alasan saat Pak Toyo menjemput ibu pulang.

Namun meski aku sudah berusaha untuk terus menghindar, peristiwa itu toh terulang lagi. Peristiwa kedua itu sengaja diciptakan Pak Toyo dengan akal liciknya. Ketika sore hari menjemput ibu, Pak Toyo mengatakan bahwa ia baru saja membeli sebuah sepeda kecil untuk adikku, Charles. Sepeda itu ada di rumah Pak Toyo dan adik harus diambil nya sendiri.

Tentu saja adikku amat gembira dan ketika Pak Toyo menyarankan agar adik tidur di rumahnya, adik setuju dan bahkan ibu dengan senang hati mendorongnya. Bertiga mereka naik mobil dinas Pak Toyo pulang ke rumah mereka. Karena tidak ada orang lain di rumah, sebelum Pukul sembilan kios sudah kututup.

Rupanya, setelah sampai di rumah dan menyerahkan sepeda kecil kepada adik, Pak Toyo beralasan harus kembali ke kantor karena ada pekerjaan yang harus diselesaikannya malam itu juga. Ibu tidak curiga dan sama sekali tidak mengira kelau kepergian suaminya sebenarnya tidak ke kantor, melainkan kembali ke kios untuk nemperkosaku.

Waktu itu sudah pukul sepuluh malam dan kios sudah lama aku tutup. Tiba-tiba saja Pak Toyo sudah ada di dalam rumah. Rupanya Ia punya kunci milik ibu sehinga ia bisa bebas keluar masuk rumah kami. Aku amat kaget dan ingin mendampratnya, tetapi kembali dengan tenang dan wajah menyeringai, Pak Toyo mengancamku "Ayo, berteriaklah agar semua tetangga datang dan tahu apa yang sudah aku lakukan terhadapmu!" ancamnya serius. "Ayo berteriaklah agar ibumu malu dan seluruh keluargamu tercoreng!" tambahnya dengan suara serak.

Sekali lagi aku terperangah. Mulutku sudah mau berteriak tetapi kata-kata Pak Toyo sekali mengusik hatiku. Perasaan takut akan terdengar tetangga, ketakutan nama ibuku akan menjadi tercoreng, kecemasan bahwa tetangga akan mengetahui peristiwa perkosaanku, aku hanya berdiri terpaku memandang wajah penuh nafsu yang siap menerkamku. Aku tak bisa berpikir jernih tagi. Hanya perasaan takut dan takut yang terus mendesak naluriku.

Sebelum aku mampu mengambil keputusan apa yang akan kulakukan, Pak Toyo sudah maju dan mendekap tubuhku. Sekali lagi aku ingin berteriak tetapi suaraku tersendat di tenggorokan. Entah bagaimana awalnya namun yang aku tahu lelaki itu sudah menindih tubuhku dengan tanpa busana. Yang jelas, malam itu aku terpaksa melayani nafsu suami ibuku yang menggebu-gebu.

Dengan ganas ayah tiriku itu memperlakukan aku seperti pelacur. Ia memperkosaku berkali-kali tanpa belas kasihan. Dengus nafasnya yang berat dan tubuhnya yang menindih tubuhku apalagi ketika ada sesuatu benda keras mulai masuk menyeruak membelah bagian sensitif dan paling terhormat bagi kewanitaanku membuat aku merintih kesakitan. Aku benar-benar dijadikannya pemuas nafsu yang benar-benar tak berdaya.

Pak-Toyo kuat sekali. Ia memaksaku berbalik kesana kemari berganti posisi berkali-kali dan aku terpaksa menurut saja. Hampir dua jam Pak Toyo menjadikan tubuhku sebagai bulan-bulanan nafsu seksnya. Bukan main! Begitu ia akan selesai kulihat Pak Toyo mencabut batangannya dari kemaluanku dengan gerakan cepat ia mengocok-ngocokkan batangannya yang keras itu dengan sebelah tangannya dan dalam hitungan beberapa detik kulihat cairan putih kental menyemprot dengan banyak dan derasnya keluar dari batang kejantanannya, cairan putih kental itu dengan hangatnya menyemprot membasahi wajah dan tubuhku, ada rasa jijik di hatiku selain kurasakan amis dan asin yang kurasakan saat cairan itu meleleh menuju bibirku, setelah itu ia lunglai dan terkapar di samping tubuhku, tubuhku sendiri bagai hancur dan tak bertenaga.

Seluruh tubuhku terasa amat sakit, dan air mata bercucunan di pipiku. Namun terus terang saja, aku juga mencapai orgasme. Sesuatu yang belum pernah kualami sebelumnya. Entah apa yang membuat ada sedikit perasaan senang di dalam hatiku. Rasa puas dan kenikmatan yang sama sekali tak bisa aku pahami. Aku sendiri tidak tahu bagaimana bisa terjadi, tetapi kadangkala aku justru rindu dengan perlakuan Pak Toyo terhadapku itu. Aku sudah berusaha berkali-kali menepis perasaan itu, tetapi selalu saja muncul di benakku. Bahkan kadangkala aku menginginkan lagi dan lagi! Gila bukan?

Dan memang, ketika pada suatu sore ibu sedang pergi ke luar kota dan Pak Toyo mandatangiku lagi, aku tak menolaknya. Ketika ia sudah berada di atas tubuhku yang telanjang, aku justru menikmati dan mengimbanginya dengan penuh semangat. Rupanya apa yang dilakukan Pak Toyo terhadapku telah menjadi semacam candu yang membuatku menjadi kecanduan dan ketagihan. Aku kini mulai menikmati seluruh permainan dan gairah yang luar biasa yang tak bisa kuceritakan saat ini dengan kata-kata.

Pak Toyo begitu bergairah dan menikmati seluruh lekuk-lekuk tubuhku dengan liarnya, akupun mulai berani mencoba untuk merasakan bagian-bagian tubuh seorang lelaki, akupun kini mulai berani untuk balas mencumbui, membelai seluruh bagian tubuhnya dan mulai berani untuk menjamah batang kejantanan ayah tiriku ini, begitu keras, panjang dan hangat. Aku menikmati dengan sungguh-sungguh, Luar Biasa!

Pada akhir permainan Pak Toyo terlihat amat puas dan begitu juga aku. Namun karena malu, aku tak berkata apa-apa ketika Pak Toyo meninggalkan kamarku. Aku sengaja diam saja, agar tak menunjukkan bahwa aku juga puas dengan permainan itu. Bagaimanapun juga aku adalah seorang wanita yeng masih punya rasa malu. Akan tetapi, ketika Pak Toyo sudah pergi ada rasa sesal di dalam hati. Ada perasaan malu dan takut. Bagaimanapun Pak Toyo adalah suami ibuku. Pak Toyo telah menikahi ibuku secara sah sehingga ia menjadi ayah tiriku, pengganti ayah kandungku.

Adalah dosa besar melakukan hubungan tak senonoh antara anak dan ayah tiri. Haruskah kulanjutkan pertemuan dan hubungan penuh nafsu dan maksiat ini?

Di saat-saat sepi sediri aku termenung dan memutuskan untuk menjauh dan Pak Toyo, serta tidak melakukan hubungan gelap itu lagi. Namun di saat-saat ada kesempatan dan Pak Toyo mendatangiku serta mengajak "bermain" aku tak pernah kuasa menolaknya. Bahkan kadangkala bila dua atau tiga hari saja Pak Toyo tidak datang menjengukku, aku merasa kangen dan ingin sekali merasakan jamahan-jamahan hangat darinya.

Perasaan itulah yang kemudian membuat aku semakin tersesat dan semakin tergila-gila oleh "permainan" Pak Toyo yang luar biasa hebat. Dengan penuh kesadaran akhirnya aku menjadi wanita simpanan Pak Toyo di luar pengetahuan ibuku.

Sampai sekarang rahasia kami masih tertutup rapat dan pertemuan kami sudah tidak terjadi di rumah lagi, tetapi lebih banyak di losmen, hotel-hotel kecil dan di tempat-tempat peristirahatan. Yah, disana aku dan Pak Toyo bisa bermain cinta dengan penuh rasa sensasi yang tinggi dan tidak kuatir akan kepergok oleh ibuku, kini aku dan ayah tiriku sudah seperti menjadi suami istri.

Untuk mencegah hal-hal yang sangat mungkin terjadi, dalam melakukan hubungan seks Pak Toyo selalu memakai kondom dan aku pun rajin minum jamu terlambat bulan. Semua itu tentu saja di luar sepengetahuan ibu. Aku memang puas dan bahagia dalam soal pemenuhan kebutuhan biologis, tetapi sebenarnya jauh di dalam lubuk hati-aku sungguh terguncang. Bagaimana tidak? Aku telah merebut suami ibuku sendiri dan 'memakannya' secara bergantian.

Kadangkala aku juga merasa kasihan kepada ibu yang sangat mencintaiku. Kalau saja sampai ibu tahu hubungan gelapku dengan Pak Toyo, Ibu pasti akan sedih sekali. Hatinya bakal hancur dan jiwanya tercabik-cabik. Bagaimana mungkin anak yang amat disayanginya bisa tidur dengan suaminya? Sampai kapan aku akan menjalani hidup yang tak senonoh dan penuh dengan maksiat ini?

Entahlah, sekarang ini aku masih kuliah. Mungkin bila nanti sudah lulus dan jadi sarjana aku bisa keluar dan lingkugan rumah dan bekerja di kota lain. Saat ini mungkin aku belum punya kekuatan untuk pergi, tetapi suatu saat nanti aku pasti akan pergi jauh dan mencari lelaki yang benar-benar sesuai dan dapat kuandalkan sebagai suami yang baik, dan tentunya kuharapkan lebih perkasa dari yang kudapatkan dan kurasakan sekarang.
Mungkin dengan cara itu aku bisa melupakan Pak Toyo dan melupakan peristiwa-peristiwa yang sangat memalukan itu.

TAMAT

penyesalanku

Hello, nama saya Florence Kim seperti yang anda ketahui bahwa saya telah banyak berkontribusi di sumbercerita.com. Banyak sekali cinta yang dapat membangkitkan keinginan untuk bercinta dan sekarang saya akan menceritakan pengalaman yang dialami oleh adik kandungku yang berumur 12 tahun.

Saya memiliki seorang adik yang bernama Lionel. Dia berusia 12 tahun dan bersekolah di salah satu SMP di Jakarta Timur. Beberapa bulan yang lalu, Lionel datang mengunjungiku karena dia sedang dalam liburan selama 1 bulan dan saya tidak begitu tahu liburan apa, yang pasti saya senang sekali karena adikku datang dari Jakarta. Di saat itu, Lionel datang bersama temannya yang bernama Lyndon. Lionel berkata bahwa dia sempat singgah 1 hari di Singapura karena dia mesti menjemput Lyndon yang sedang sekolah SMP juga di Singapura dan bersama-sama pergi ke Roma, Italy.

Disaat adikku dan temannya datang, Erick kebetulan sedang tugas di luar negeri sehingga saya bisa menyempatkan untuk pergi berjalan-jalan bersama adikku dan temannya. Setelah seharian saya menemani Lionel dan Lyndon, saya merasa lelah sekali sehingga saya memutuskan untuk beristirahat setelah kami bertiga selesai mengelilingi kota Roma.

Di saat saya sedang terlelap tidur, tiba-tiba saya merasakan ada 2 orang laki-laki yang sedang menggerayangi tubuh saya dan membuat saya terbangun dari tidur dan melihat apa yang sedang terjadi. Saya sempat kaget karena saya menemukan tubuh saya dalam keadaan telanjang total dan saya melihat Lionel sedang mengulum payudara saya yang sebelah kiri sedangkan Lyndon, temannya sedang mengemut payudara saya yang sebelah kanan sambil tangannya mulai nakal karena mulai menggerayangi bagian sensitif saya yaitu di sekitar kelamin dan klitoris.

Saat itu saya teringat sekali bahwa ada 2 pikiran yang berlainan berkecamuk di dalam diri saya. Di satu pihak, saya tidak mau bercinta dengan adik saya sendiri sedangkan di lain pihak, saya semakin terangsang dengan permainan mereka apalagi Lyndon semakin liar memainkan tangannya di bagian klitorisku sehingga membuat saya mendesah-desah sambil mengelus-elus leherku yang cukup jenjang.

Adikku mulai menghentikan aksinya dan mulai mendekati kelaminku dan dia mulai menjilati liang kenikmatanku dengan lidahnya yang masih kecil. Saya merasakan kenikmatan yang belum pernah kudapatkan dari seorang bocah kecil dan saya mengetahui bahwa mereka sedang mempelajari cara memuaskan seorang wanita karena Lionel menjilati liang kewanitaan saya sambil kadang-kadang melihat ke buku pornonya yang memperlihatkan gambar seorang wanita telanjang dan sekali-kali memperlihatkan ke temannya. Saya kurang mendengarkan apa yang sedang dibicarakan oleh mereka karena saya mulai merasakan getaran-getaran hasrat yang membuatku ingin bercinta dengan adikku sendiri.

Saya langsung berkata kepada Lionel, "De, kamu entotin Cici ya.. Cici udah nggak tahan nih". Dengan polos, Lionel menjawab, "Gimana caranya, Ci?". Dengan tenang kemudian, saya menyuruh Lionel untuk berbaring dan saya menyuruh temannya untuk pindah tempat sebentar. Saya mulai mengarahkan batang kemaluan Lionel yang masih kecil tetapi sudah menegang dan mulai memasukkannya ke dalam lubang kelaminku. Saya melihat Lionel mulai meringis merasakan sensasi dan ketika dia mendesah-desah karena kenikmatannya berada di dalam liang kenikmatanku, saya mulai menggoyangkan tubuhku sehingga Lionel mulai menggelinjang merasakan kenikmatan.

Di saat saya sedang berada di atas Lionel, Lyndon kemudian mendekati saya dan memasukkan batang kemaluannya yang juga telah menegang ke dalam mulutku. Dengan lahapnya, saya terus mengulum batang kemaluan Lyndon sementara saya masih menaik-turunkan badan saya yang berada di atas tubuh Lionel sehingga secara nafsu, Lionel langsung mengelus-elus payudara saya sehingga saya merasakan sesuatu kenikmatan yang pernah saya dapatkan dengan Erick, Polly dan Herman.

Tidak beberapa lama, mungkin karena Lionel baru pertama kali, tiba-tiba dia mempercepat gerakannya dan dia memeluk saya erat sekali dan saya telah dapat merasakan cipratan sperma yang keluar membasahi liang kenikmatan saya dan di saat yang bersamaan saya juga mengalami nikmatnya surga dunia sambil terus mengulum batang kemaluan Lyndon yang masih berada di dalam mulut saya.

Tidak lama kemudian, tiba-tiba Lyndon meminta gilirannya dan dia langsung berbaring di sebelah saya. Dengan cara yang sama, saya mulai berada di atas Lyndon dan mulai memasukkan batang kemaluan yang sudah tegak berdiri ke dalam selangkangan saya yang masih memerah dan masih ada cairan kenikmatan dari adik kandung saya. Saya memasukkan batang kemaluan Lyndon perlahan-lahan dan saya telah dapat melihat perbedaan ekspresi wajah Lyndon ketika batang kemaluannya telah memasuki goa kenikmatan saya. Lyndon meringis kenikmatan dan dia memeluk saya dan mengulum bibir saya. Dengan nafsunya, Lyndon menggenjot tubuh saya yang berada di atasnya sambil sekali-kali memainkan payudara saya yang cukup besar. Saya masih terus bercinta dengan Lyndon sampai titik kenikmatan penghabisan yang dia muncratkan ke dalam liang kewanitaanku.

Adikku dan temannya telah KO karena kehabisan tenaga tetapi saya masih belum puas karena sejujurnya saya termasuk cewek hiperseks. Saya dapat mengerti mereka cepat klimaks karena mereka masih belajar dan saya senang mereka cepat belajar. Saya sempat menanyakan ke mereka berdua kenapa mereka nekad menggauli saya padahal saya tidak menyuruhnya. Rupanya, mereka sama persis seperti Herman Irwanto karena mereka mengetahui bahwa saya gila seks ketika mereka membaca situs favorit mereka yang beralamat di http://www.sumbercerita.com dan saya sempat kaget mendengar alamat URL yang mereka sebutkan karena saya selalu mengirimkan pengalaman-pengalaman gila saya ke alamat tersebut dan sekarang mereka telah mengorbankan keperjakaan mereka karena mereka ingin mencicipi kelamin Florence Kim yang sangat menyukai seks.

Saya mengharapkan saya dapat mengenal banyak orang-orang Indonesia yang tinggal di Roma dan tentunya mereka mesti menyukai permainan seks bebas. Kisah ini terjadi secara nyata dan beberapa minggu setelah kejadian saya bercinta dengan adik saya dan temannya, saya merasakan mual-mual dan saya sempat kaget karena saya dinyatakan hamil oleh dokter. Saya tidak tahu mesti berkata apa kepada Erick karena bayi yang saya kandung belum tentu adalah milik Erick karena saya pernah bercinta dengan banyak orang dan mudah-mudahan ini bukan bayi Polly atau saya bisa menjadi gila jika ini beneran bayi Polly. Saya sangat menyesal tetapi semuanya telah terlambat.

TAMAT

nikmatnya anaku

Penulis dikenalkan oleh seorang teman ketika penulis menghadiri sex party di salah satu club di Jakarta dan setelah itu penulis berbincang lama dengan salah satu perempuan yang disana, apa yang dituturkan betul-betul menarik untuk dikisahkan, setelah mendapatkan izin darinya penulis akan berusaha mengisahkan kembali, berikut kisahnya:

*****

Namaku sebut saja Yeni seorang keturunan Tionghoa yang berasal dari Jawa Barat, usiaku saat ini 38 tahun, aku sudah berkeluarga, ketika umurku 16 tahun orangtuaku menikahkan aku dengan seorang duda pengusaha terkemuka dari Jawa Barat. Dari pernikahanku itu aku dikaruniai 2 orang anak, anak pertama seorang perempuan berusia 21 tahun bernama Windi yang saat ini ia masih mengikuti study di Amerika Serikat sedangkan adiknya bernama Rino saat ini usianya sudah 17 tahun, anakku yang kedua ini mentalnya terbelakang alias idiot dan ironisnya ketika aku melahirkannya, aku mengalami pendarahan hebat sampai rahimku harus diangkat sehingga saat ini aku sudah tidak bisa lagi mempunyai anak.

Karena keadaanku yang sudah tidak bisa mendapatkan anak, maka 3 tahun yang lalu suamiku menikah kembali, dia menginginkan keturunan anak laki-laki normal dan tidak idiot. Aku hanya bisa menerima dan pasrah karena aku sangat menghormati suamiku, banyak teman-teman dan keluargaku yang menyarankanku untuk bercerai dengan suamiku dan menyarankan untuk mencari suami lagi. Memang kalau dipikir sangatlah gampang untukku mendapatkan pasangan kembali. Aku suka merawat tubuhku sehingga kulit dan tubuhku masih terlihat seksi belum lagi ditopang oleh ukuran dadaku yang 38 membuat banyak pemuda melirik kalau aku lewat. Tapi itu semua tidaklah berarti kalau aku mandul, toh suamiku mencintai diriku biarlah dia melakukan apa yang ia inginkan karena aku sadar aku tidak bisa memberikan anak lagi kepadanya.

Pada awal-awal tahun pernikahannya dengan istri keduanya ia masih suka rutin mengunjungiku, tapi lama kelamaan saat ini ia jadi jarang pulang. Dia lebih sering menginap di rumah istri mudanya, dia hanya sesekali pulang untuk memberi uang untuk kebutuhan rumah tangga bahkan ia sudah sangat jarang menggauli aku lagi.

Kemudian peristiwa itu terjadi:

Karena di rumah hanya ada aku dan Rino maka aku lebih sering menemani tidurnya, meskipun dia idiot tapi dia anak yang sangat kusayangi, dan sudah menjadi kebiasaannya sedari kecil apabila mau tidur ia suka mempermainkan puting susuku sampai akhirnya ia tidur terlelap. Toh aku pikir dia anakku dan aku sadar akan keterbelakangan mentalnya meskipun umurnya sudah remaja tapi mentalnya masih seperti anak kecil.

Malam itu seperti biasa sebelum tidur ia memainkan puting susuku, tapi entah malam itu suasananya sangat berbeda, mungkin karena hampir empat bulan lebih suamiku tidak menggauliku, darahku berdesir kencang ketika jarinya mempermainkan puting susuku dan sesekali meremas payudaraku yang berukuran lumayan besar, kupandangi wajahnya yang matanya terpejam terkantuk-kantuk,..
"Dia anakku." batinku berusaha menyingkirkan nafsu birahiku, kucoba atur nafasku dan memejamkan mataku agar perasaan itu hilang,.. tapi tiba-tiba ..
"Aaah..!!" aku meleguh kecil ketika Rino tiba-tiba mengulum putingku dan menyedot seakan-akan sedang menyusu. Kugigit bibirku dan terus kupandangi wajah polos anakku yang tidak mengetahui ibunya sedang dilanda birahi.
"Meskipun idiot tapi anakku ini kelihatan ganteng seperti papanya" aku membatin.
"Uuhh.." aku kembali mendesah ketika ia dengan cepat menyedot putingku. Aku semakin tidak tahan, vaginaku terasa berdenyut kencang. Rangsangan ini begitu hebat, aku semakin tidak tahan, rangsangan birahi ini betul-betul menyiksaku. Aku menggigit bibirku, entah kenapa saat itu aku ingin vaginaku disentuh.

Akhirnya dengan pelan-pelan kususupkan tanganku sendiri ke dalam celana dalamku, vaginaku terasa basah, pelan-pelan kuelus dengan lembut klitorisku.
"Uhmm terasa enak sekali" kuelus-elus klitorisku sambil sesekali kumasukkan jariku ke lubang vaginaku, semakin lama aku semakin tidak tahan, aku ingin sekali ada penis yang masuk ke dalam vaginaku, vaginaku betul-betul terasa sangat basah, kulirik Rino ia sudah melepaskan hisapannya dan sudah tidur terlelap di sebelahku. Kukecup keningnya dengan lembut.
"Aku harus sabar menghadapi semua ini" aku batinku berusaha menyabarkan diriku. Ketika aku ingin menyelimuti dirinya secara tidak sengaja aku melirik ke arah celana pendeknya, terlihat kemaluannya tercetak di celana pendeknya, melihat pemandangan itu aku semakin meneguk ludah, kupandangi lagi wajah anakku yang semakin terlihat mirip dengan papanya, kemudian kupandangi lagi kemaluannya, aku semakin ragu.

Tapi entah setan darimana, tiba-tiba aku mempunyai keberanian. Perlahan-lahan kupelorotkan celana pendeknya, dan dengan hati-hati kubuka pula celana dalamnya. Aku melotot ketika melihat penisnya meskipun belum berdiri tapi terlihat besar bahkan terlihat lebih besar dari papanya. Gairahku semakin memucak aku semakin tidak tahan melihat pemandangan didepanku. Air liurku sudah keluar karena sangat ingin sekali merasakan kenikmatan.

Kemudian dengan gemetaran kugenggam batang penis itu, pelan-pelan kukocok penis itu dengan tanganku dan perlahan-lahan pula batang penis itu semakin tegang berdiri. Mataku semakin melotot melihat ukurannya semakin membesar dan kemudian tanpa ragu lagi kudekatkan ke mulutku. Kujilati batang penis itu sampai basah dan kemudian kubuka mulutku dan dengan penuh perasaan kukulum penis yang sudah membesar itu.
"Ehmm penis ini enak banget.." aku menggumam.
Penisnya terasa penuh di mulutku, kumainkan penis Rino dengan penuh perasaan. Aku semakin gemas melihat penisnya yang berdiri tegak dengan gagahnya. Aku semakin meneguk ludah, vaginaku semakin berdenyut kencang. Aku semakin gelap mata vaginaku betul-betul menjerit ingin mencoba penis itu, ku tak peduli lagi dengan keadaan bahwa ia anakku.

Maka dengan segera kulepaskan semua pakaian yang ada ditubuhku, kudekati kembali tubuh anakku lalu kugenggam batang penisnya agar berdiri tegak dan dengan posisi jongkok kususupkan penis itu ke dalam vaginaku, vaginaku terasa merekah lebar ketika penis itu masuk, dengan cepat kurasakan sensasi yang nikmat.

"Aah.. enak.. ouw fuck!" akupun mendesah merasakan penis yang besar itu menusuk vaginaku, kugoyangkan pinggul dan pantatku agar penisnya semakin terasa. Aku semakin terhanyut dengan permainanku sendiri sampai aku tidak sadar kalau Rino sudah terbangun dan melototiku, tampangnya menyiratkan sejuta pertanyaan. Ia sangat tidak mengerti akan apa yang ibunya lakukan terhadapnya.

"Ah.. enak.. uhg.. vaginaku enak.. vaginaku enak banget" kata-kata kotorku tanpa sadar keluar dari mulutku. Kuremas kedua payudaraku sendiri sambil tubuhku kubawa naik turun mengocok penis Rino dengan vaginaku. Kupejamkan mataku meresapi segala kenikmatan yang kuraih malam ini, kulihat Rino di bawahku tampak wajahnya sangat sayu dan sesekali memejamkan matanya dengan cepat. Aku mengerti kalau iapun merasakan nikmat seperti yang kurasakan saat ini. Kedua tangannya mengepal seperti menahan sesuatu, ditengah kenikmatanku aku tersenyum dan kukecup bibirnya dengan memeluknya.

"Uh Rino anak mami, enak sayang? Maaf ya Mami mau main kuda-kudaan sama kamu sayang, nggak pa pa kan?" ujarku kepadanya.
Tampak Rino bingung akan berkata apa, mungkin karena kaget ia diperlakukan seperti itu oleh mamanya, sampai akhirnya ia menganggukkan kepalanya. Akupun semakin mempercepat goyanganku, penisnya terasa cepat keluar masuk, iapun semakin meleguh tidak karuan. Kuraih kedua tangannya kusuruh ia meremasi kedua payudaraku sementara aku tidak menurunkan frekwensi goyanganku.

"Aduh sayang.. enak banget penis kamu.. ah .. ah .. vaginaku jadi nikmat" kata-kata kotorku semakin tidak terkendali. Tanganku mencengkeram bahu Rino sementara di bawah pantatku semakin mengeluarkan bunyi ketika bersentuhan dengan pahanya yang sudah mulai basah oleh cairan nikmat yang meleleh dari dalam vaginaku. Tidak ada kata-kata yang keluar dari dalam mulut Rino kecuali erangan kenikmatan, bahkan kedua tangannya semakin memperkeras remasannya di payudaraku, akupun semakin semangat menggenjot penisnya di dalam vaginaku.

"Aduh sayang penis kamu enak banget sayang, ah.. ah.. uh.. enak.. enak"

Tiba-tiba aku merasakan kenikmatan yang sudah sampai diujung, aku akan orgasme. Kuputar-putar pantatku secara liar sementara kedua tangan Rino sudah tidak lagi meremasi payudaraku. Kedua tangannya mengepal seakan-akan iapun menahan kenikmatan yang amat sangat. Tak lama kemudian tiba-tiba ia menjerit keras dan kurasakan penisnya menyemburkan spermanya di dalam vaginaku. Hangatnya cairan spermanya membuatku semakin cepat menggoyangkan pinggul dan pantatku, sampai akhirnya..
"Aduh ah ah ampun enak banget.. enak vaginaku enak.. enak!" aku menjerit setinggi langit. Kepalaku kutengadahkan keatas, payudaraku terasa berguncang hebat, dan pinggulku menghentak-hentak, betul-betul orgasme hebat yang aku rasakan.

"Rino senang sayang main kuda-kudaan sama mami?" tanyaku ketika nafasnya sudah mulai teratur.
"I.. iya Mam" jawabnya dengan terbata-bata.
"Rino memang anak yang mami sayang, tapi ingat Rino nggak boleh ngasih tahu ke papa ya kalau main kuda-kudaan sama Mami, awas nanti dihukum sama papa" kucoba mengingatkannya agar tidak memberitahukan kejadian ini kepada suamiku. Ketika ia mendengar kata dihukum terlihat raut wajahnya yang takut, anggukan kepalanya membuatku sedikit tenang.

Malam itu sampai pagi tiba, kuajarkan sedikit demi sedikit mengenai posisi seks, entah berapa banyak aku mengalami orgasme ketika bercinta dengannya. Bahkan ketika pembantuku sudah menyirami kebun, di kamar atas Rino masih menggenjot penisnya di dalam vaginaku. Sampai akhirnya ia menyemburkan spermanya kembali di dalam vaginaku, hari itu aku betul-betul puas. Rasa yang selama ini kupendam akhirnya terlampiaskan.

Semenjak saat itu, Rino selalu menjadi pelipur laraku saat aku butuh seks. Keterbelakangan mentalnya sangat menguntungkan bagiku karena Rino tidak pernah menceritakan kejadian ini kepada siapapun. Mungkin karena dipikirannya hal tersebut sudah lumrah. Hidupku pun semakin menggila aku kemudian bergabung di komunitas seks teman arisanku. Ia memperkenalkanku ke dunia party seks dan dunia gigolo bahkan temanku itupun pernah turut merasakan hebatnya penis Rino anakku yang mungkin akan aku ceritakan lain waktu, dan setelah kupikir mempunyai anak yang idiot ternyata tidak selamanya merugikan.

Semua cerita ini tidak direkayasa, nama dan tanggal dirubah untuk kerahasiaan, apabila ada pertanyaan, kritik, saran ataupun ingin berkenalan silahkan ditujukan melalui alamat e-mail saya.

E N D

keperawananku di ambil papa

Sebelumnya saya perkenalkan nama saya Nadya (bukan nama sebenarnya). Saya sebelumnya wanita baik-baik yang belum pernah mengenal sex sebelumnya.

Saya mengalamai pengalaman sex pertama saya dengan seorang laki-laki yang sebelumnya saya sangat respek padanya, laki-laki itu adalah papa saya sendiri.

Papa mempunyai kebiasaan yang buruk yaitu senang sekali bermabuk-mabukan dan membawa wanita jalanan ke rumah ketika mama sedang mengurusi bisnisnya ke luar negeri.
Papa dulunya seorang businessman yang sangat sukses yang bergerak di bidang jasa perbaikan kendaraan, bahkan bengkel papa sebelumnya sangat terkenal di negeri ini karena kekhususannya mengurusi mobil-mobil mewah.

Dulu papa sangat perhatian dan sangat sayang kepada kami, sampai akhirnya ketika krismon melanda negeri ini, kelakuan papa berubah 180 derajat, mulai dari bermabuk-mabukan sampai bercinta dengan wanita jalanan di rumah kami sendiri.

Dua tahun telah berlalu setelah krismon, bisnis papa semakin terpuruk, sehingga kami terpaksa mengadu nasib di negeri kangguru. Kami tidak tahu kelakuan papa selanjutnya, karena papa tinggal sendirian di rumah di Jakarta dengan seorang pembantu laki-laki.

Sampai akhirnya ketika saya dan adik saya Dania (bukan nama sebenarnya) pulang liburan ke Jakarta pada tahun 2002. Ketika itu, papa memintaku untuk magang di bengkelnya. Seperti kondisi sebelumnya, memang sedikit sekali pelanggan yang datang ke bengkel papa, sehingga terlihat sangat sepi.

Pada suatu hari saya mendapati papa sedang mabuk di ruangan kerjanya. Ketika itu aku menghampiri papa untuk menegurnya. Entah kenapa tiba-tiba papa menarikku dan mencumbuiku dengan paksa. Dia memaksakan memasukkan lidahnya ke mulutku sambil tangan kanannya meremas pantatku dan tangan kirinya meremas payudaraku.

Aku sudah berusaha untuk mengelak darinya, tapi ternyata tenaga papa lebih besar dari tenagaku. Entah kenapa tiba-tiba ada suatu rasa yang nikmat yang menjalar di sekujur tubuhku, dan payudaraku terasa mulai mengeras. Papa mulai memainkan lidahnya di dalam mulutku, dan secara reflect lidahku membalasnya.

Aku merasakan celana dalamku mulai basah, dan aku sepertinya mulai terangsang oleh cumbuan papa. Peristiwa itu berlangsung selama 8 menit. Tiba-tiba papa melepas pagutan bibirnya dari bibirku, dan sepertinya dia mulai tersadar dari mabuknya. Papa mendorong tubuhku dan meminta maaf sambil menitikkan matanya penuh penyesalan.

Setelah itu saya segera pulang dengan mobilku sendiri, sedangkan papa masih harus melanjutkan pekerjaannya. Selama dalam perjalanan pulang, saya menangis karena masih terbayang dengan perbuatan papa tadi. Perasaan benci, kecewa, tapi bercampur dengan rasa nikmat yang sebelumnya tidak pernah saya rasakan. Ketika sampai di rumah, saya mendapati celana dalam saya masih basah, dan saya langsung masuk ke kamar mandi untuk menghilangkan rasa jijik saya.

Ketika saya mandi, saya masih membayangkan perbuatan papa tadi, sampai secara tidak sadar, saya meremas payudara saya. Saya mulai merasakan nikmat yang luar biasa, bercampur dengan guyuran shower yang mengalir di sekujur tubuhku. Siraman air shower terasa nikmat sekali di memek saya, dan secara tidak sadar, saya mulai mengelus memek saya.

Perasaan nikmat semakin menjadi-jadi sampai akhirnya seluruh tubuhku mulai mengejang dengan hebatnya, dan cairan hangat keluar dari memek saya. Setelah itu tubuh saya terasa lemas, dan akhirnya saya tertidur pulas setelah selesai mandi.

Keesokan paginya waktu saya sedang sarapan, papa kembali meminta maaf kepadaku, tetapi aku bingung menyikapinya, karena di lain sisi aku menginginkan kejadian kemarin terulang kembali.

Setelah itu papa berangkat ke kantor dan saya mengantarkan adik saya ke rumah temannya. Selama di kantor, segala sesuatu berjalan seperti biasa, sampai ketika saya hendak pulang, mobil saya tidak bisa dihidupkan, dan mekanik anak buah papa tidak sanggup menyelesaikannya hari itu juga.

Akhirnya saya ke ruangan papa untuk mengajak pulang bareng. Ternyata seperti biasa papa sedang mabuk-mabukan lagi. Walaupun sedang mabuk, papa masih tetap sadar dan mengajak saya untuk pulang saat itu juga. Segalanya berjalan dengan normal selama dalam perjalanan pulang, sampai di dekat rumahku, papa menghentikan mobilnya dan tiba-tiba dia membuka celananya dan memerintahkanku untuk memegangnya.

Tiba-tiba papa memanggilku dengan nama mamaku. "Nancy, tolong elus kontol gua dong, gua udah lama gak elu isepin!" Tentu saja aku kaget, ternyata selama mabuk, papa menganggapku sebagai mama, karena kemiripan mukaku dengan muka mama. Karena ada dorongan setan, aku mulai memegang dan mengulum kontol papa yang ternyata besar sekali sampai-sampai tidak cukup masuk ke dalam mulutku.

Secara reflek saya mulai memaju-mundurkan kepala saya dan mulai menjilati biji peler papa. Pada saat itu, papa mulai mengelus paha saya, dan akhirnya tangannya melepas celana dalamku. Kemudian jari-jarinya bermain di bibir memekku.

Selama lima menit, papa memainkan memekku, hingga akhirnya cairan hangat mengalir dari memekku, aku merasakan nikmat yang luar biasa. Setelah beberapa menit kemudian, aku sudah hampir sampai untuk kedua kalinya, tiba-tiba cairan putih keluar dari kontol papa, dan tertelan olehku, dan rasanya gurih sekali. Setelah itu, papa menjadi lemas dan mengeluarkan jarinya dari dalam memekku, sehingga aku merasa nanggung.

Saat itu juga, papa langsung tertidur di dalam mobil, dan karena merasa kesal, aku pulang jalan kaki, yang jaraknya tidak jauh dari rumahku.

Sampai di persimpangan jalan rumahku, aku bertemu dengan kakak kelasku di SMA yang sudah 2 tahun tidak ketemu, namanya Bang Jhonny (bukan nama sebenarnya) yang terkenal playboy waktu di SMA dulu. Tampang Bang Jhonny sebenarnya biasa-biasa saja, entah kenapa dia bisa menjadi playboy. Kami bersalaman dan dia berusaha memelukku dengan erat, aku berusaha menolaknya, karena tidak ingin Bang Jhonny tahu kalau celana dalamku basah.

Aku berlari ke rumahku, dan langsung ke kamar mandi untuk membersihkan memekku. Sambil mandi, aku mulai masturbasi kembali, karena perasaan nanggung tadi masih ada. Setelah selesai mandi, aku mengenakan daster tanpa celana dalam dan bra karena kebiasaanku setiap tidur. Setelah itu aku tidur tanpa sempat makan malam.

Pada saat aku sedang tidur nyenyak, aku merasakan ada yang sedang berusaha melepaskan tali dasterku. Karena masih capek akibat orgasme yang berulang kali tadi, aku tidak bisa terbangun. Tangan itu menjalar sampai ke payudaraku dan aku merasakan lidah sedang bermain di pentilku.

Tanpa sadar aku mengerang nikmat, dan membayangkan papaku sedang melakukannya. Kemudian bibir itu terus bergerak menuju leherku sampai akhirnya berhenti di bibirku. Aku membalas pagutan bibirnya dan tiba-tiba aku tersadar dan terbangun. Aku mendorong tubuh itu yang ternyata adalah papaku.

Dengan sekuat tenaga papa tetap memaksaku dan semakin liar perlakuannya kepadaku, sehingga dasterku robek, sehingga tubuh indahku terlihat di depan matanya. Dengan paksa dia mengangkangkan kedua kakiku dan mulai menjilati memekku. Aku berusaha menjauhkan kepala papa dari memekku sehingga papa terjengkang dari tempat tidur.

Papa segera bangkit dan menarik tubuhku sambil menampar pipiku dengan keras. Dilucutinya semua pakaiannya sehingga hanya tubuh polosnya yang terlihat. Tanpa basa-basi aku didorongnya kembali ke tempat tidur dan sekarang mencoba untuk memasukkan kontolnya ke lobang kenikmatanku.

Dengan pasrah aku menuruti kemauannya karena menurutku sudah percuma untuk menolak lagi. Dia mulai menggenjot memekku kedepan dan belakang. Karena aku berusaha melawan memekku terasa sangat perih, lagi pula saat itu aku masih perawan dan lubangnya sangat sempit. Tetapi setelah lama kelamaan ternyata aku mulai menikmati permainannya dan mulai menggerakkan pantatku naik turun. Beberapa lama setelah itu kurasa cairanku mendesak memek dan terasa akan keluar.

Dengan segera kupercepat gerakan pantatku dan akhirnya aku berteriak nikmat karena aku mencapai puncak kenikmatan. Beberapa saat kemudian papa membalikkan tubuhku dan mulai mengelus lubang pantatku serta menjilatinya. Aku yang sudah sangat lemas sebenarnya sangat jijik dengan perlakuannya, tetapi seperti sebelumnya aku hanya bisa pasrah. Papa yang sudah sangat bernafsu segera menghujamkan kontol besarnya ke dalam lubang pantatku.

Tanpa sadar ternyata meneteslah darah dari memek dan pantatku bercampur dengan cairan vaginaku. Aku berteriak dengan kerasnya karena rasa sakit luar bisa dari lubang pantatku. Mendengar teriakanku papa semakin nafsu menghujamkan kontolnya berkali-kali sambil menjambak rambutku dengan kerasnya. Papa semakin mempercepat gerankan kasarnya, dan seketika dia mengejang dan berteriak keras, aku merasa cairan sperma papa terus menerus mengalir masuk ke pantatku.

Setelah puas dengan semua prilakunya papa tergeletak lemas disampingku dan aku hanya bisa merenungi nasibku. Hilang sudah keperawananku yang selama ini kujaga dan ternyata harus kurelakan direnggut oleh orang yang sangat ku hormati dan sejak saat itu aku merasa telah berkhianat pada mamaku.

Walaupun setelah perawanku direnggutnya aku semakin sering melakukan hubungan sex dengan papa selama berada di Jakarta. Selain dengan papa, aku juga sering melakukan sex dengan Bang jhonny yang akhirnya menjadi pacarku.

Tapi kini Bang jhonny telah meninggalkanku untuk selama-lamanya karena dia overdosis narkoba. Karena telah sering melakukan hubungan sex, aku menjadi seorang maniak yang selalu butuh sentuhan lelaki.

Bagi siapa saja yang tertarik dengan kisahku atau bisa memberikan solusi padaku silahkan hubungi aku pada alamat emailku.

korban pelet

Aku berjalan gontai menuju rumahku sambil bersiul-siul kecil. Di pelupukku terbayang hal-hal yang indah-indah. Mulai saat ini aku akan dapat menaklukan wanita secantik apapun di dunia ini, karena aku sudah mendapatkan ilmu Lebur Jiwa dari Mbah Suro. Jangankan Rani yang telah menolak cintaku, Dian Sastro pun pasti berlutut di depanku. Tapi yang terpenting aku harus membuktikan kesaktian ilmu Lebur Jiwa malam ini juga.

Aku melangkah masuk ke pekarangan rumah. Sepi tak ada hawa manusia. Kemana semua orang hingga pintu depan harus dikunci? Aku segera membuka pintu dengan kunci serep yang kubawa. Didalam rumaHPun sepi senyap. Aku segera menuju ruang makan. Secarik kertas menempel di meja makan. "Don, kami pergi duluan ke rumah Oom Dhar di Semarang. Kalau sudah sampai rumah, segera menyusul. Ayah."

Bosan! Apa enaknya sendirian di rumah. Mana nggak ada makanan di kulkas lagi. Dengan malas aku pergi ke warung Mak Sani di ujung jalan. Tapi setibanya aku sampai di warung Mak Sani. Wow, suit.. suit.. ada cewek cantik bener! Wajahnya oval agak indo, bibirnya sexy, bola matanya kecoklat-coklatan, dan bodynya.. wow montok banget! Gemuk dikit, tapi pas sama tingginya yang kira-kira 170-an, pakai rok mini dan baju ketat lagi. Cuman kurang ramah, waktu aku godain doski malah cemberut. Kebetulan nih! Bisa buat bahan percobaan! Kalau yang indo saja mempan, apalagi yang jawa tulen, iya nggak?

Cewek itu keluar dari warung. Aku mengejarnya, dengan segera melafal mantra yang sudah aku hafal sebelumnya.
"Geni abang nafsu abang, manjingo ing jabang bayine Dony Bara. Geni abang napsu abang, manjingo ing jabang bayine wanito ing netro. Geni abang napsu abang, lebur dadi siji ing lebur jiwo. Leburen jiwane manungal ing jabang bayine Dony Bara. Lebur.. lebur.. lebur.."
"Nona!"
Aku panggil gadis itu sambil menarik tangannya sehingga dia berbalik menghadap padaku dan wuss.. Hembusan nafasku menyembur menerpa wajahnya sekali. Dan aku tinggal menanti reaksinya saja, menamparku ataukah..
"Iya, ada apa Don?"
Berhasil! gadis itu menjawabku dengan senyum ramah, bahkan manja. Berarti mantraku berhasil! Tanpa basa-basi lagi, langsung saja gadis indo itu aku ajak ke rumahku.

Kami duduk-duduk di ruang tamu. Dan tak lupa semua pintu dan jendela aku kunci dari dalam, telponpun aku blokir agar tak ada yang mengganggu acaraku sore ini. Gadis itu nampaknya merasa nyaman bersamaku.
"Nama kamu siapa?" tanyaku membuka percakapan.
"Aku Gina." jawabnya manis.
"Kamu kok bisa tahu namaku, apa kita pernah berkenalan?"
"Nggak. Tapi aku merasa kita sudah lama banget kenal. Sekarang ini aku merasa seperti merayakan reuni denganmu."
"Oh, begitu. Kalau begitu mesti dirayakan dong."
"Iya. Harus dirayakan."
"Kau mau minum?" tawarku disambut dengan anggukan. "Panas atau dingin?"
"Apapun yang kau mau." jawab Gina ringan.
"Apapun yang aku mau?" ulangku. Gina mengangguk dengan senyum lebar.
"Kalau selain minuman?" tanyaku mengejar.
"Apapun yang kau mau aku bersedia, Don." jawab Gina mendekat ke arahku.
"Apapun?" tanyaku sekali lagi.
"Apapun."

Gina tersenyum menggoda. Tangannya menjamah tanganku lalu menuntunnya ke arah pahanya yang sekal. Digesernya tanganku yang gemetaran terus naik hingga menyingkap rok mininya sampai pada pangkal paha. Cd pink bergambar kupu-kupu bersembunyi di balik rok yang sudah tersingkap itu. Tiba-tiba saja aku merasakan penisku menegang. Mata Gina sayu sedikit terkatup, meresapi setiap sentuhan jemariku di kulit pahanya. Cewek itu kemudian mendekatkan bibirnya padaku dan cup.. bibir kami saling mengecup. Sekali lagi bibir kami menyatu dan ehemm.. Gina melumat bibirku penuh perasaan. Batang penisku semakin mengacung sedang nafas kami mulai naik turun tak beraturan.

Gina memapah tanganku melingkar di pungungnya lalu menuntunnya untuk melucuti rok mininya. Rok mini warna hitam itu bablas hingga ke lantai dan aku bisa dengan leluasa menikmati paha Gina yang indah. Aku ciumi paha Gina yang mulus bagus itu bolak balik sampai pangkal paha.
"Uuuff.. Don.. aku minta yang panas saja..," desis Gina sambil melepas kaos ketat dan BHnya sekaligus kemudian melepas kaos yang kupakai. Aku berdiri melepaskan jeansku. Gina menyusulku dan segera menjejalkan lidahnya ke dalam mulutku. Kami saling memeluk hingga buah dada Gina menempel di dadaku. Keempukan buah dada Gina membuat aku geli hingga membuatku merinding. Lalu bibir Gina menurun menjelajahi leher dan dadaku yang berbulu sedikit lebat.

"Kamu jantan banget Don," kata Gina sambil membelai bulu-bulu dadaku.
Kemudian Gina mencumbui dadaku.. perutku.. ach.. sampai pusarku dan menjilatinya beberapa saat. Aaach.. aku benar-benar terangsang oleh kecantikan dan kemahiran Gina yang memanjakanku. Gina terus menjelajah seluruh tubuh depanku. Bahkan ketika sampai di daerah kekuasaan penisku Gina mencumbuinya dengan penuh daya rangsang. Diciuminya batang penisku yang masih terpenjara dalam sangkarnya dan dengan senang hati Gina meloloskan CDnya hingga nampak benar kalau penisku itu betul-betul bangun mengacung-acung.

"Kau benar-benar hebat Don, pistolmu besar banget. Aku yakin kalau menembak pasti rasanya hi..hi.." kata Gina sambil tertawa.
"Kamu tahu dari mana kalau rasanya pasti.." tanyaku memancingnya.
"Coba deh, aku rasain.."
Uuachh.. edan! Gina menjilati ujung penisku. Cewek indo itu mengulum penisku hingga setengahnya masuk ke dalam rongga mulutnya. Dan jemarinya sibuk mempermainkan buah pelirku. Eehh.. rasanya benar-benar nikmat. Aku nggak tahu kalau cewek ini bisa membuatku merasa sedasyat ini.
"It's nice taste, Don. Hebat banget.." katanya sambil terus saja menyepong penisku.

Tak tahan aku jika harus diam saja. Segera aku loloskan CD pink dari bokong Gina yang menungging. Nampak kedua bokongnya yang semok menantang. Kuremas-remas bokongnya membuat Gina mendesah perlahan diantara sodokan penisku di mulutnya. Dan segera saja aku gerayangi memeknya, menyenangkan bisa bermain bebas diantara goa yang belum pernah aku lakukan sebelumnya. Mungkin Gina merasa tak tahan lagi menahan rasa nikmat yang diterimanya dengan posisi itu hingga akhirnya Gina melepaskan penisku dari mulutnya dan tergeletak di lantai.

Tubuh kita udah sama-sama bugil dan rasa malu kita udah ilang entah kemana. Gina memandangiku yang berdiri didepannya dengan tatapan mata sayu dan senyum yang menggoda. Akupun terpana pada tubuh bugil yang tiada cacatnya terhampar di depanku. Ohh.. dua bukit yang membusung padat dan montok, kulit tubuh yang putih mulus, serta bukit belah yang ditumbuhi oleh rumput-rumput liar yang halus. Wuihh..
"Don, kok diam saja. Ayo lakukan yang kamu mau.. aku pasrah padamu.."
"Aku datang sayang.."
Aku serang bukit belah itu dengan garang. Menjilat semua yang tersentuh oleh lidahku dan menghisap semua yang tergenang disitu. Gina berkelojotan sambil mendesis-desis. Tak ada ampun bagimu, Gina! Semuanya akan jadi milikku. Klitoris Ginapun yang seukuran biji kacang tak luput dari lidahku. Aku piting daging mungil itu dengan kedua bibirku lalu aku sentil-sentil dengan lidahku.
"Oooh.. Doon.. Ach.. eenaak.." erang Gina memacu gairahku. Kedua kakinya menggapit kepalaku seakan ingin menawanku selamanya.
Tangan Gina menarik tanganku sampai di kedua gundukan dadanya yang gempal dan montok. Refleks aku remas kedua buah gunung kembar itu hingga membuat Gina bergelinjangan nikmat.
"Uuohh.. Donny.. teruus sayaang.. aku sukaa.."

Setelah puas aku lumat vagina mayoranya segera kualihkan perhatianku kepada kedua gunung kembarnya. Buah dada Gina telah membengkak seukuran kelapa, besar dan tegang. Begitupun kedua putingnya yang sudah mengeras berwarna merah marun. Gina yang menyadari kalau aku memandangi kedua gunung kembarnya yang indah segera mempermainkan kedua adiknya itu. Gina meremas-remasnya sendiri sambil memutar telapak tangannya bolak-balik. Begitu bulat kedua buah dada itu dan begitu mengkilap oleh keringat Gina.

"Kemarilah Doon.." ujarnya.
Gina sambil menarik tanganku hingga aku harus berdiri di atas tubuhnya. Kemudian Gina menggapai batang penisku hingga aku mesti berjongkok di atas buah dadanya. Aku tak tahu apa yang akan Gina lakukan, yang penting aku merasakan nikmat ketika batang penisku menegang di belahan buah dadanya. Begitu nikmatnya ketika kedua gunung kembar itu menjepit batang penisku. Kubantu jemari Gina yang meremas buah dadanya hingga tampak menjadi satu menjepit batang penisku. Aku tarik batang penisku perlahan-lahan dan lalu aku dorong kembali. Sampai kemudian bibir Gina menangkap kepala penisku dan kembali menjilatinya dengan garang. Ouuhh.. aku bagai terkencing-kencing dibuatnya. Maka sebagai pelampiasan tangan kananku kembali mengutak-atik goa kenikmatan Gina yang kembali membanjir.

"Doon.. kamu nakal sekalii.." desah Gina.
"Tapi kamu suka kan Gina sayaang.." balasku
"He eh.. Uuff..ach.."
Gina semakin memekarkan selakangannya hingga jemari kananku makin bebas merogoh semua yang tersembul di pangkal selakangan itu. Gina semakin mendesis dan menambah kecepatan menjilati kepala penisku. Dan akupun semakin mempercepat gerakan menggoyang kedua buah dada sebesar kelapa itu. Penisku menegang hebat, seperti ada yang mendorong dari dalam baang penisku dan rasanya.. aahh.. crot croot.. Spermaku muncrat ketika ujung penisku itu masih diganyang Gina. Kapasitas yang cukup banyak menetes disela-sela bibir Gina.

"Telan sayang, telan.."
Kata-kataku bagai perintah. Mau tidak mau, Gina menelan seluruh sperma yang berada di rongga mulutnya. Entahlah rasa apa yang dia kecap, tapi yang pasti nikmat. Sebab kemudian Gina menjilati sperma di luar mulutnya dan kemudian memburu sisa-sisa sperma di kepala penisku hingga tandas.
"Ehmm ach.. Doon, keluar lagi dong.." kata Gina sambil memijit-mijit penisku dengan jemarinya. Pijitan itu membuat darahku bagai berhenti. Dan aku sudah tak tahan lagi.

"Sebentar sayang, aku masuk dulu yach.."
"Heeh."
Gina melebarkan selakangnya hingga bukit belahnya benar-benar mekar terbelah. Dinding-dindingnya berwarna merah berhias klitoris mugil yang mengemaskan. Aku segera mengacungkan batang penisku yang sudah mau meledak. Aku tuntun adikku itu memasuki lubang kawin Gina yang bersimbah lendir-lendir surgawi. Licin permukaannya hingga tak mudah memasukkan kepala adikku itu. Aku coba sekali lagi dan ah.. masuk! Sedikit demi sedikit aku masukkan penisku memasuki lorong yang sangat sempit itu.
"Auhh Doon.. cepetan dong.. sakit.." rintihnya.
"Sabar say.."
Memangnya hanya Gina saja yang sakit, aku juga sakit merasakan batang penisku bagai remuk digencet dinding-dinding lubang kawin Gina yang bukan main sempitnya.
"Aaach..Uuugh..Doon.."
Krak! Kepala penisku sudah menembus ke dalam selaput daranya. Hah! Lega. Lubang kawin Gina menelan seluruh batang penisku. Aku diamkan sebentar sebelum kemudian aku tarik dan dorong keluar masuk agar lorong itu makin lebar. Lendir kawin Gina membasahi liang kawinnya hingga goyangan batang peniskuku semakin lincah.
"Hooh.. uh..ach.." desah kami saling berlomba menikmati setiap getaran yang tercipta.
Gerakan penisku semakin lincah mengocok lubang kenikmatan Gina hingga menimbulkan bunyi kecipak-kecipak tanda bahwa Gina berada di puncak kenikmatannya. Pingul Gina bergoyang-goyang naik turun mengiringi gerakanku.

"Doon.. aku nggak tahan lagi.. aku mau keluar.." erang Gina.
"Tahan sebentar Gin, aku datang.."
"Aaach..!" erang kami bersamaan.
Fantastik sekali. Kejang diseluruh tubuhku diakhiri oleh keluarnya sperma yang memenuhi lubang kawin Gina. Ujung penisku menghangat seakan menyentuh cairan lain. Kutarik penisku dari lubang kawin Gina. Nampak darah membercak di kepala penisku yang masih menegang. Gina mendesis-desis menikmati segala kenikmatan yang barusan kami lalui.

Tapi aku masih belum puas malam ini. Aku harus kembali membangkitkan gelora asmara Gina. Segera saja aku remas buah dadanya. Aku permainkan kedua putingnya yang kembali menegang lalu aku jilat perlahan.
"Ach.." desis Gina merespon.
Melihat respon Gina, aku jilati bahkan kukulum kedua puting Gina secara bergantian. Gina berkelojotan meresapi semua keindahan yang kembali aku ciptakan. Habislah kedua payudara Gina itu aku kulum, aku hisap bahkan aku gigit-gigit dengan gemas. Gina tak marah, hanya merintih-rintih kesakitan. Tapi justru rintihan itu semakin membakar birahiku.

Aku puaskan diriku sediri dengan mempermainkan setiap lekuk tubuh Gina karena Gina nampaknya sudah tak memiliki tenaga cadangan selain mendesis dan mendesah. Dan ketika aku sudah puas segera aku minta Gina menindihku. Gina menusukkan ujung penisku tepat dilobang kawinnya. Dan kemudian kami saling mengocok. Seperti layaknya bibir kawin Gina yang melumat penisku, bibir kamipun saling melumat, sedangkan buah dada Gina yang menggantung bebas sekali-kali menyentuh kulit dadaku hingga menimbulkan rasa nikmat tersendiri. Gina menjadikan rambutku sebagai pegangan, tapi aku menjadikan bokong Gina sebagai pegangan. menguntungkan sekali bukan? Karena aku bisa dengan bebas membelai bokong mulus itu. Namun sekali lagi tiba-tiba tubuhku mengejan.
"Gin, aku mau keluar sayang.."
"Tunggu Doon.. tarik dulu penismu."
Gina melepaskan ciumannya dan mengarahkan batang penisku ke mulutnya. Dan croot.. crot crot! Seluruh spermaku membanjir di mulut Gina. Dan tanpa jijik ditenggaknya seluruhnya sampai tandas kemudian menjilati ujung penisku hingga bersih.

Tapi sentuhan lidahnya yang penuh birahi membuatku ingin sekali lagi menusuknya. Maka segera saja aku minta Gina menungging. Dan sekali lagi aku tusukkan batang penisku dari belakang. Amblas seluruhnya menyisakan kenikmatan yang kembali terulang. Gina yang berulang-ulang mencapai puncak birahinya seakan ingin terus dan terus mengulanginya. Diremas-remasnya buah dadanya sehingga keindahan itu terasa lengkap. Dan kamipun mengakhirinya dengan kelelahan yang terhapus oleh sisa-sisa keindahan.

Aku antar Gina sampai pagar depan. Cewek indo yang baru saja aku perawani itu tersenyum mesra dan kemudian menghilang di balik rumah Pak Yulius. Aku rebahkan tubuhku di atas sofa ruang tamu. Kembali aku ingat pergumulanku selama tiga jam bersama Gina.
"Gina aku sudah tak membutuhkanmu." gumamku.
Geni abang napsu abang, ngilango soko jabang bayine Dony Bara. Geni abang napsu abang, nyingkriho soko jabang bayine Gina. Geni abang napsu abang, ngilang soko lebur jiwo. Ngilango lebur jiwo soko jabang bayine Dony Bara. Ngilang musno..

penjaga warnet

Selama 4 hari ini hidupku penuh dengan mengerjakan tugas tugas dan tugas, bahkan aku hampir tidak bisa tidur dengan nyenyak. Hari Jumat semua tugasku terselesaikan dan kupikir aku bisa tidur dengan nyenyak, eh ternyata aku malah nggak bisa tidur karena beberapa hari tidak tidur tepat waktu menyebabkan siklus tidurku menjadi berubah. Setelah mencoba berbagai posisi untuk tidur tetap tidak bisa, aku memutuskan untuk pergi keluar mencari hiburan. Ke warnet aja ah, pikirku, nyari-nyari koleksi gambar porno sama cerita-cerita hot sekalian 'mengeluarkan' semua masalahku.

Waktu itu sudah jam 12 malam waktu aku pergi ke warnet, samapai di sana aku kaget karena yang jaga adalah wanita yang dulu pernah menggodaku saat aku minta copy film-film BF dari warnet tersebut ke CD, karena biasanya kalau jam begini suaminya yang jaga.

"Ada yang kosong, Mbak?" tanyaku.

"Mas pilih aja sendiri, cuma dua kok yang kepake, lainnya kosong," jawabnya.

"Wah Mbak, kok jadi kayak ke panti pijat aja pilih sendiri, ada katalog pemijatnya Mbak?" balasku sambil bercanda.

"Ih, Mas nih nakal ya, sudah biasa ke tempat gituan ya kok bisa tahu? Hayoo.."

"Ah, nggak kok Mbak, cuma pernah baca aja. Aku main dulu ya Mbak, maksudnya main internet, jangan mikir yang jorok dulu."

"Yee.., sudah tahu, emang selain main internet di situ mau main apa lagi?"

"Mainan mouse, mainan keyboard, mainan.. Ada deh, Mbak mau tahu aja sih."

"Iih.. Nakal, sudah main mainan kamu sana!"

Terus terang aku ngelihat Mbak itu aja sudah tegang lho, apalagi diajak becanda yang jorok-jorok, iihh.., jadi nggak tahan mau 'ngeluarin'. Sebut saja nama Mbak itu Meri, dia sudah bersuami tapi body tetap terawat. Dengan payudara yang kelihatan mantap bila dipegang, 34D mungkin (mungkin lho), dipadu dengan pantat semok yang bulat padat, walaupun tidak terlalu tinggi tapi sudah cukup menggoda imanku, hehe. Tidak putih, agak hitam, dengan wajah yang lumayan di umurnya yang sekitar 27-an.

Aku mulai dengan membuka e-mailku, sambil menunggu loading aku membuka mirc dan masuk ke channel #ngewe sambil baca cerita-cerita panas yang ada di channel itu. Nggak percaya? Coba aja sendiri! Aku juga buka sumbercerita.com (tentunya). Di masing-masing komputer terdapat koleksi film-film BF dari barat sampai timur, segala macam ras ada, jadi nyambi nonton juga.

Biasanya aku ke warnet untuk ngambil cerita dan gambar-gambar untuk kubawa ke kos, terus lihat di komputerku sambil.., kalian para cowok pasti tahulah. Tapi karena masalah yang sudah terlalu banyak menumpuk dan ditambah dengan godaan si Mbak tadi, akhirnya aku nggak tahan untuk 'ngeluarin' semuanya, lagipula aku belum pernah 'keluar' di warnet, jadi nyoba sensasi barulah. Saat aku sudah hampir 'keluar' buru-buru aku pergi ke kamar mandi yang letaknya (sialnya) di depan Mbak itu dengan anu-ku yang sedang di puncak ketegangannya.

"Mbak, kamar mandinya boleh dipakai?' tanyaku.

"Boleh, pakai aja. Tapi barusan ada orang yang barusan masuk, jadi tungguin saja bentar."

Sial, pikirku. Dasar orang tidak bermoral, menyiksa orang yang sedang di jalan menuju kenikmatan. Apalagi dari tadi aku lihat si Mbak itu lagi ngelihatin ehm, itu-ku yang lagi tegang. Terpaksa aku balik badan menghadap ke pintu kamar mandi karena malu, walaupun tambah tegang lagi gara-gara dilihatin. Aku menunggu dengan resah dan wajah yang kesal penuh dengan keringat, dan nafasku yang nggak beraturan, di depan dia lagi.

"Emangnya mau ngapain sih Mas, kok buru-buru amat, kelihatannya nggak sabaran gitu?" tanya si Mbak itu.

"Eh, nggak kok, cuma mau kencing saja, sudah nggak tahan nih."

"Masa' nahan kencing saja sampai keringetan, nafas kamu juga ngos-ngosan gitu, jangan-jangan kamu mau..? Sudah nggak tahan ya? Perlu dibantuin nggak?" godanya.

Dia ngomong gitu aku jadi malu, nunduk, dan anu-ku kok anehnya nggak turun-turun, tetap tegang.

"Uh, dasar Mbak ini jorok, dibilangin aku sudah kebelet kencing kok."

"Kebelet kencing apa kencing? Ntar yang keluar bukannya kuning malah putih lagi."

"Putih? Emang apaan Mbak? O ya, di dalem ada sabunnya nggak? Sekalian nyabun, ngebersihin maksudnya."

"O tentu ada dong, kan kami juga ikut membantu bagi orang-orang yang kepengen nyabun, kaya kamu gitu."

"Yee.. Mbak nih. O ya, tawaran bantuannya tadi jadi nggak, he.. he.."

"Kamu ini kok denger aja sih pertanyaan basa basi gitu? Tapi nanti siapa yang jaga dong?"

"Nggak kok Mbak, cukup dengan ngelihat Mbak saja itu sudah membantu kok."

Akhirnya orang yang di kamar mandi tadi keluar dengan tampang yang penuh kenikmatan, aku dan si Mbak berpandangan sambil sedikit tersenyum ngelihat si orang tadi.

"Sudah ah Mbak, sudah nggak tahan nih, aku masuk dulu ya."

"Iya iya, masuk sana, keburu lemes duluan ntar. Semoga sukses ya!" godanya sambil memberi semangat.

Kututup pintu kamar mandi, dan aku mulai melepaskan celana pendek dan celana dalamku yang menahan 'adik'ku ini untuk maksimal. Aku membersihkan tanganku dulu, lalu mulai mengelus-elus kepala 'adik'ku. Kuelus ujungnya, karena tidak disunat jadi ujungnya masih ada sedikit kulit yang menutupi lubang 'anu'ku. Sambil membayangkan hal-hal yang porno, termasuk jika aku sedang bercinta dengan Mbak tadi, kujepit ujung kemaluanku dengan dua jari kananku, lalu kugosok-gosok dengan jempol kananku. Rasanya geli (coba aja), lalu aku mulai mengambil sabun, mengusapnya di tangan dan batangku. Aku pegang batangku, aku kocok-kocok, makin lama makin cepat dan akhirnya keluarlah segala masalahku. Mungkin karena terlalu nikmat sehingga tanpa sadar aku sedikit melenguh, aku lupa kalau itu sedang di kamar mandi warnet. Tapi ya sudahlah, paling-paling nggak ada yang denger. Habis itu aku cuci dengan bersih batangku dan tanganku, kupakai lagi CD dan celanaku, lalu aku keluar untuk kembali ke KBU ku.

"Sudah puas keluarnya?" tanya si Mbak tadi, yang sedikit mengagetkanku.

"Keluar apaan? Lagian, kok Mbak tahu?"

"Abisnya tadi aku denger suara kamu, aku pikir kenapa, tapi ah paling-paling juga gitu. Berarti nggak perlu bantuan Mbak dong?"

Mendengar godaannya itu aku menjadi tegang lagi, kebetulan 'burungku' kuhadapkan ke atas, jadi kalau tegang kelihatan ada yang menonjol di bagian depan celanaku.

"Tuh kan, Mbak godain sih, jadi tegang lagi nih. Hayo, Mbak harus tanggung jawab!" candaku sambil mengharap kali aja dia benar-benar mau, kan rejeki.

"Ya sudah Mbak tanggung jawab, tapi gimana?"

"Nggak kok Mbak, cuma becanda. Aku balik ke KBU ku dulu ya Mbak."

Aku balik dan duduk kembali di depan komputerku, dan mulai membuka situs-situs hot lagi. Rencana sih mau aku bawa ke pulang buat nanti, gara-gara si Mbak itu jadinya aku tegang lagi, dan tanggung kalau nggak dikeluarin sekalian.

Tak disangka tak dinyana, beberapa saat setelah aku duduk si Mbak tadi datang dan duduk di sampingku. Kaget, itulah yang terlintas pertama kali di pikiranku. Aku dengan terburu-buru menutup situs-situs dan mirc ku yang semuanya berisi sesuatu yang hot-hot karena malu.

"M.. M.. Mbak ada ap.. ap.. apa kesini?" tanyaku sambil terbata-bata.

"Iiihh, kamu nakal ya, suka buka-buka situs gituan. Ntar Mbak sentil lho!"

"Jangan ah, ntar Mbak nyentilnya milih lagi. Yah, itu kan kegiatan seorang cowok normal, lagian daripada buka-buka yang lain mending buka situs aja."

"Terserahlah, Mbak ke sini kan mau mempertanggungjawabkan godaan Mbak tadi. Gimana, jadi nggak?"

Wah, pucuk dicinta ulampun tiba nih. Rejeki nomplok datang dengan sendirinya. Lagian kebetulan keadaan warnet juga lagi sepi, makanya dia berani datengin aku.

"Wah, siapa sih yang bisa nolak Mbak. Hehe, ngerayu dikit nggak papa kan Mbak?"

"Tapi buruan ya, soalnya aku takut kalau ada orang lewat atau nyari Mbak kan nggak enak. Tapi gimana caranya? Yang cepet, dalam hal proses dan kalau ada hal yang nggak diharapkan."

"Umm.. Gimana kalau Mbak kocok saja pake tangan? Kalau mau cepet ya dari luar aja."

"Iya deh, sini."

Pertama dia menyentuh kemaluanku, rasanya enak banget, soalnya baru ini aku dipegang oleh orang lain, sama cewek lagi. Sambil dia megang 'burung'ku aku sambil baca cerita-cerita hot di sumbercerita.com.

"Mbak penasaran nih ingin lihat punya kamu, keluarin aja ya?"

"Tapi kalau ada orang gimana? Ntar bisa jadi gosip dong?"

"Nggak papa, Mbak sambil ngawasin sekitar juga. Keluarin ya?"

"Terserah Mbak deh."

Perlahan dia membuka retsletingku lalu kancing celanaku. Lalu dielusnya burungku sebentar dari luar CD ku, walaupun dari luar tapi rasanya merasuk ke dalam. Dia mulai membuka belahan CD ku (biasanya merk CD GT-Man ada belahannya di bagian depan, tul nggak para cowok?), terlihatlah 'kepala' nya. Dengan lembut dia mengeluarkan 'milik'ku dari sarangnya, seperti bayi yang dilahirkan, keluar kepalanya dulu baru badannya. Ukuran 'burung'ku memang tidak terlalu panjang, sekitar 14 cm dan cukup untuk digenggam oleh tangannya.

Dia mulai memegang 'batang'ku dengan lembut, menggerakkan tangannya naik turun. Sambil melihat ekspresi wajahku yang sedang keenakan sambil membaca cerita-cerita panas di layar monitor. Dia meludahi tangannya lalu dioleskannya ke 'batang'ku, agar tidak lecet katanya. Gerakannya mulai dipercepat, tiba-tiba dia berhenti. Aku bertanya dalam hati, tentu saja itu mengecewakan. Dia mulai meludahi tangannya lagi, lalu menjepit ujung kemaluanku dengan dua jarinya, dan mengelus lembut ujung 'burung'ku, seperti yang biasa kulakukan. Tentu saja itu membuat aku keenakan, dan sedikit mendesah membuatnya makin bersemangat.

"Oo.. Ternyata di situ ya titik rangsangmu?"

"Iya Mbak, kok Mbak tahu? Sama di ujung bagian bawah juga Mbak."

"Iya dong, habisnya suami Mbak kalau Mbak oral paling geli di situ juga."

"Wah, jadi kepengen juga nih di oral sama Mbak, Mbak mau nggak?"

"Jangan dulu, kita kan baru sekali ini. Kapan-kapan saja ya. Gini juga kamu nanti sudah sangat pas kok, jaminan mutu!"

"Iya deh Mbak, jadi nggak sabar nih. Tapi gini juga sudah enak kok Mbakkhh.."

"Hihi.., kena kau!"

Dia sengaja membuatku keenakan dengan sentuhannya tadi. Semakin lama dia menyentuh dan mengocok 'burung'ku, semakin ingin aku untuk 'keluar', tapi aku tahan biar nggak malu-maluin, masa' cepet amat.

"Mm.. Mbak, aku boleh megang punya Mbak nggak?"

"Nggak, jangan dulu."

"Yah, padahal aku kepengen Mbak, daripada cuma bisa bayangin aja."

Sebentar dia berpikir, tapi masih tetap mengocok 'burung'ku.

"Iya deh boleh, tapi cuma payudara Mbak, dan dari luar aja. Takutnya kalau dari dalem terus ada orang dateng gimana?"

"Horee.. Dari luar aja sudah seneng kok Mbak."

"Tapi pelan-pelan ya, jangan kasar-kasar."

Mulai kupegang buah dadanya yang menggantung indah itu dari luar, sedikit kuremas agar dia kerasa. Kuelus-elus dengan jariku payudara bagian atasnya yang tidak tertutup oleh BH nya. Dia sedikit merem, keenakan kali, dan dia semakin meremas 'burung'ku yang sedang ada di genggamannya. Kuremas lagi 'susu'nya, kuputar-putar tanganku yang menyebabkan buah dadanya ikut bergerak seiring dengan putaran tanganku.

Wow! Ternyata buah dada perempuan itu empuk dan kenyal ya, baru kali ini aku bisa megang payudara yang selama ini cuma bisa aku bayangkan. Semakin kupegang semakin ingin juga aku untuk 'keluar'. Gerakan tangan si Mbak juga semakin intens, dan sepertinya aku sudah nggak tahan lagi untuk 'keluar'.

"Mmbakkhh.. Aku.. Udakhh.. Mau.. Kke.. Eeluarrkh.." erangku yang semakin tinggi menuju ke puncak klimaks.

"Ayo keluarin yang banyak, biar Mbak nggak rugi capek-capek bantuin."

"Mmmhh.. Mbakkh.. Aku.. Aku.. Keluarr.."

Crot.. Crott.. Crott.. Dengan sigap si Mbak menampung semua maniku ke tissue yang sudah disiapkannya. Aku mengeluarkan segala mani yang ada di dalam kantung zakarku, dan remasanku pada payudara Mbak itu semakin keras, mataku merem melek merasakan kenikmatan yang amat sangat yang baru aku rasakan kali ini. Semua mani yang keluar tadi sampai nggak cukup ditampung oleh tissue sehingga tangan si Mbak itu juga terpaksa ikut menadahinya. Aku duduk dengan lemas di depan komputer, sambil berpikir, apakah ini benar-benar terjadi?

"Wah, kok banyak banget ya, lebih dari yang Mbak kira. tahu gini Mbak tadi bawa tissue banyak, jadi kotor deh tangan Mbak. Mbak ke kamar mandi dulu ya."

Aku hanya bisa mengangguk dengan lemas, karena semua tenagaku sudah habis untuk mengeluarkan maniku di ronde yang kedua tadi. Setelah memulihkan tenaga sebentar, aku Log Out dari komputerku, lalu ke operator unutk membayar. Kucari-cari si Mbak tadi, eh tahunya dia lagi di kamar mandi, sempat kudengar juga desahannya dari luar. Wah, si Mbak ini juga masturbasi ternyata. Sesaat kemudian dia keluar dan sedikit kaget karena aku sudah menunggunya di meja operator.

"Ehm, Mbak habis ngapain kok lama banget?" godaku sambil tersenyum nakal.

"Hihi, mau tahu aja deh kamu."

"Sudah lama, pake mendesah-desah lagi, wah pasti Mbak juga ya?"

"Ih, dasar tukang nguping, nakal kamu ya. Awas, tunggu hukuman buat kamu nanti!"

"Kalau hukumannya membuat nikmat sih nggak papa, hehe. Lain kali saja kalau aku ke sini lagi, ya. Mbak nggak keberatan kan?"

"Kalau sepi saja lho ya, entar hukumannya lebih dari tadi deh pokoknya."

Mendengar itu aku jadi tegang lagi, dasar nggak tahu tuannya sudah capek tetep tegang lagi. Lalu aku membayar dan berpamitan sama Mbak tadi, sambil meremas payudaranya sebentar.

"Iihh.. Nakal, sudah pulang tidur sana! Jangan mikir yang macem-macem, entar mimpi basah lho!"

"Makasih ya Mbak, kapan-kapan kalau lagi ingin aku ke sini lagi ya?"

"Iya iya, sudah pulang sana."

Lalu aku pulang dan hanya tersenyum saja di perjalanan. Kulihat HP ku, ternyata sudah jam 3 pagi. Sampai di kamar aku langsung menjatuhkan diri di kasur dan tidur, sambil tetap tersenyum mengenang kejadian tadi.

*****

Mohon maaf lagi kalau aku nggak bisa membuat cerita yang menarik untuk para pembaca, seperti yang aku bilang tadi, ini pertama kalinya aku menulis cerita. Mungkin nanti kalau aku jadi meneruskan acara kami tadi di lain hari, aku akan menceritakannya lagi. Mohon saran dan kritik para pembaca supaya ceritaku bisa lebih menarik lagi.